Salafiyyun dalam sorotan :

Benarkah gerakan salafiyyah paling Ahlulsunnah ?

 Kontribusi dari Fauzan Al-anshori Rabu, 11 Mei 2005

 Sejak beberapa puluh tahun yang lalu, di tengah kaum Muslimin muncul sebuah gerakan yang menamakan dirinya salafiyah atau salafiyyun. Mereka menyatakan dirinya sebagai umat Islam yang paling ahlu sunnah wal jama’ah, paling firqah najiyah, paling salafus sholih dan paling thaifah manshurah. Siapa bergabung dengan mereka, mereka anggap kelompok ahlu sunnah wal jama’ah. Siapa tidak bergabung dengan mereka, mereka sebut sebagai ahlu bid’ah, ahlul ahwa’, hizbiyyah Khawarij, firqah dhalalah dan sebutan mengerikan lainnya. Sebenarnya apa gerakan salafiyyun itu? Bagaimana aqidah dan manhaj mereka menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah ‘ala fahmi Salafush Sholih? Betulkah yang bergabung dengan mereka termasuk ahlu sunnah, dan yang tidak bergabung termasuk hizbiyyah dan ahlu bid’ah? Benarkah segala klaim dan tudingan mereka ?Ada sebuah pertanyaan yang mengganjal dalam benak kita, manakala melihat kiprah gerakan salafiyyun di medan dakwah. Vonis-vonis keras kepada seorang atau kelompok Islam yang berada di luar arus mereka, dan pengkultusan kepada syuyukh (guru-guru) di kalangan mereka sehingga mereka tidak menerima bila syuyukh mereka dikritisi. Benarkah ini cerminan interaksi sosial ‘ala ahlus sunnah terhadap ahlul bid’ah? Ataukah ada sesuatu yang salah?

1. TA’ASHUB DAN TAQLID BUTA

 Bila diperhatikan, sebenarnya sikap ini bukanlah sebuah kebetulan belaka. Sikap ini lahir dari sikap hizbiyyah mereka, yang mereka terima dari para syuyukh mereka sendiri. Betapa tidak, sejak awal belajar seorang muslim yang bergabung dengan kelompok ini sudah didoktrin untuk menerima suatu dogma: bahwa kebenaran itu mempunyai tanda-tanda pengenal dan menara penerang, yang berwujud ajaran yang diterima dari kelompok mereka! Itulah yang diajarkan para syuyukh mereka. Adalah syaikh Ali Hasan Al Halabi Al Atsari – seorang syaikh panutan mereka yang mengakui dirinya syaikhu salafiyyin ketiga setelah syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dan syaikh Muhammad Ibrahin Syaqrah – yang menyatakan ijma’ tentang kedudukan tiga syuyukh salafiyyun ini dengan mengatakan: “Para ulama kami yang agung itu, mereka itulah bintang-bintang pemberi petunjuk dan meteor yang tinggi, barangsiapa berpegang teguh dengan mentaati mereka, mereka itulah yang selamat dan barangsiapa memusuhi mereka, maka dialah orang yang tersesat” (At Tahdziru Min Fitnati Takfir hal. 39) Jika ini yang dikatakan oleh syaikh panutan mereka, lantas bagaimana dengan para pengikut mereka? Pernyataan ini perlu mendapat catatan yaitu: Pertama: Ijma’ menurut para ulama adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahidin setelah wafatnya Rosululloh –bukan para syuyukh salafiyyun– dalam suatu masa tertentu, atas suatu persoalan tertentu. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah tidak adanya pendapat yang menyelisihi meski dari seorang ulama pun. Bila ada seorang ulama yang menyelisihi, maka namanya bukan ijma’. Kedua: Pernyataan bahwa siapa yang bergabung dengan syaikh fulan dan membelanya baik benar maupun salah berarti kelompok yang benar, dan siapa mengkritik (memusuhi?) dan tidak bergabung dengan syaikh fulan berarti kelompok yang salah dan sesat, hal itu merupakan sebuah hizbiyyah, ta’ashub buta dan taklid buta yang terlarang dan sama sekali bukan sikap ahlu sunnah.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang artinya: “Barangsiapa menjadikan seseorang selain Rosululloh, siapa mengikutinya dan sejalan dengannya, ia adalah seorang ahlu sunnah, dan siapa yang menyelisihinya berarti adalah ahlu bid’ah dan firqoh, sebagaimana terdapat pada kelompok ahlu kalam –dan juga salafiyyun hari ini– dan kelompok lainnya, maka ia termasuk ahlu bid’ah, dholal (sesat) dan tafaruq (pemecah belah persatuan umat Islam).” (Majmu’u Fatawa 3/216)Subhanallah, pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ini telah menyingkap dengan telak, siapa sebenarnya gerakan salafiyyun ini. Alhamdulillah, kita tak perlu bersusah payah, Syaikhul Islam sudah membongkarnya dengan sangat telak. Imam Abdurrahman Ibnu Jauzi mengatakan: “Ketahuilah sesungguhnya mayoritas para ahlu bid’ah itu dalam hati mereka ada ta’dzim (mengagungkan, mengkultuskan) seseorang –syaikh, ustadz, kiyai, habib, dll– mereka mengikuti perkataannya tanpa mentadaburi apa yang dikatakan, ini adalah sebuah kesesatan, karena melihat itu seharusnya kepada apa yang dikatakan, bukan kepada siapa yang mengatakan. Sebagaimana dikatakan oleh oleh Imam Ali kepada Harits bin Hauth. Harits mengatakan kepada Ali, “Apakah anda mengira bahwa kami mengira Thalhah dan Zubair berada di atas kebatilan?” Maka Ali menjawab, “Wahai Harits, engkau ini terkena talbis (kerancuan). Sesungguhnya kebenaran tidak diketahui dari orangorangnya. Ketahuilah kebenaran, maka engkau akan mengetahui pengikut kebenaran.” (Talbisu Iblis hal.101) Sesungguhnya gerakan salafiyyun telah mendapat peringatan, kritikan dan nasehat dari para ulama, berkenaan dengan penyelisihan-penyelisihan mereka secara jelas terhadap aqidah ahlu sunnah wal jama’ah. Namun mereka tetap berjalan dengan penyelewengan mereka, bahkan semakin keras dan menyerang kelompok-kelompok umat Islam di luar mereka.

2. SEKULERISME

Maka inilah yang terjadi bagaimana sebuah kelompok yang menamakan dirinya salafiyyun, pengikut salafus sholih, namun menganut paham sekulerisme. Ini pernyataan syaikh nomer kedua mereka syaikh Muhammad Ibrahim Syaqrah yang artinya: “Saya meyakini bahwa slogan, “berikan hak kaisar kepada kaisar dan hak Tuhan kepada Tuhan” adalah sebuah kalimat bijaksana yang sesuai dengan zaman kita ini.” (Hiya As Salafiyatu Nisbatan wa Aqidatan wa Manhajan hal. 172).Ya, tentu saja sangat sesuai dengan gerakan salafiyyun, namun jelas sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan Islam. Semua Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah memahami bahwa Islam adalah Agama dan Negara. Islam tidak sekedar mengatur urusan ritual peribadatan semata, namun juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dan semua Ulama juga telah bersepakat, bahwa sekulerisme merupakan sebuah paham kufur. Tak heran bila gerakan salafiyyun ini gencar melarang berbicara urusan politik, tahkimu syari’ah, amar ma’ruf kepada penguasa, apalagi urusan Khilafah Islamiyyah. Menurut mereka orang-orang yang mengangkat tema-tema tahkimu syari’ah, amar makruf kepada penguasa atau Khilafah Islamiyyah adalah kelompok hizbiyyun, khawarij, Ahlu bid’ah, orang-orang yang haus kekuasaan, orang-orang yang tidak mempedulikan urusan dakwah tauhid. Padahal jelas, seluruh Ulama telah ijma’ bahwa amar makruf dan menegakkan khilafah merupakan sebuah kewajiban kifayah. Fardhu khifayah bila tidak tuntas menjadi fardhu ‘ain. Adapun tuduhan tidak mempedulikan dakwah tauhid dan haus kekuasaan, tentunya sebuah tuduhan yang harus dibuktikan dengan bukti-bukti nyata, jika tidak tentu sebuah tuduhan kosong.Yang lebih mengherankan lagi, mereka menganggap pemerintahan sekuler sebagai pemerintahan Islam yang wajib ditaati oleh kaum Muslimin. Maka semua orang yang paham tauhid tentu akan tertawa, ketika melihat kekonyolan mereka menganggap pemerintahan Nushairiyyah Syiria, misalnya, sebagai pemerintahan Islam yang harus ditaati, dan mereka menghujat Mujahidin Syiria yang berjihad melawan pemerintah Nushairiyyah. Padahal semua orang yang paham tauhid tentu paham bahwa Ulama Islam telah ijma’ bahwa Nushairiyyah adalah sekte kafir. Ya, kelucuan-kelucuan lainnya yang timbul dalam urusan ini tak bisa dipisahkan dari prinsip sekulerisme yang dianut oleh syuyukh mereka ini.

3. MENIHILKAN JIHAD

 Ta’thil (menihilkan) jihad, itulah salah satu (sifat gerakan) salafiyyun yang mendakwahkan dirinya sebagai kelompok paling Ahlu Sunnah, atau bahkan satu-satunya Ahlu Sunnah dan di luar kelompok mereka (adalah) ahlu bid’ah dan hizbiyyah semua. Padahal jelas, salah satu sifat utama Thaifah Manshurah adalah jihad fie sabilillah, berperang di jalan Allah Ta’ala untuk meninggikan kalimatullah. Bahkan asbabul wurud hadits tentang Thaifah Manshurah pun berasal dari adanya sebagian shahabat Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa salam yang menyatakan jihad sudah selesai. Jihad merupakan sifat tak terlepaskan dari generasi salafu sholih, dan jihad akan senantiasa berlanjut sampai Umat Islam bertempur melawan Dajjal. Para Ulama juga telah ijma’ bahwa manakala musuh menduduki salah satu negeri Islam, jihad menjadi fardhu ‘ain. Negeri Islam pertama yang lepas ke tangan tentara salib adalah Andalus (Spanyol), tahun 1942 M, atau 510 tahun yang lalu. Sampai hari ini Andalus tetap menjadi negara nashrani, maka jihad membebaskannya fardhu ‘ain atas seluruh Umat Islam yang mampu. Bahkan negeri (Islam) Palestina yang hanya (berjarak) beberapa ratus kilometer dari pusat lahirnya gerakan salafiyyun, telah jatuh ke tangan Inggris sejak 1917 M, lalu ditegakkan negara Israel tahun 1948 M. Sampai saat ini, jihad untuk membebaskan Palestina belum tuntas, maka jihad untuk membebaskan Palestina menjadi fardhu ‘ain.Namun begitu, simaklah fatwa syaikh Muhammad Ibrahim Syaqrah, yang tinggal hanya beberapa ratus kilometer dari bumi Palestina: “Silahkan anda meneliti ayat-ayat yang datang untuk melengkapi dan menjelaskan ayat yang memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan (yang dimaksud adalah QS. Al Anfal ayat ke: 60, pent.) maka anda akan mengetahui bahwa jihad yang paling utama hari ini -saat kita dalam kelemahan seperti sekarang ini- adalah menahan diri dari berjihad.” (Hiya As Salafiyatu Nisbatan wa Aqidatan wa Manhajan hal. 204).Ya, itulah fatwa syaikh kedua gerakan salafiyyun. Maka mereka pun diam seribu bahasa, tidak peduli nasib kaum Muslimin Palestina yang setiap hari meregang nyawa di tangan peluru-peluru tentara zionis Israel. Mereka pun diam ketika dua juta Umat Islam Iraq meregang nyawa akibat embargo ekonomi (1991) dan invasi (2002) oleh tentara salibis Internasional dan didukung oleh negara-negara Arab antek AS. Bahkan mungkin anda akan terkejut membaca fatwa syaikh pertama mereka, fadhilatu syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani yang memfatwakan Umat Islam Palestina untuk berhijrah. Ya, silahkan berhijrah dari Palestina, tidak usah berjihad, serahkan saja bumi Palestina kepada Israel. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Barangkali syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani sedang tidak memegang buku aqidah salaf ketika memfatwakan begitu, sehingga lupa bahwa Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ salafu shalih telah menyatakan bahwa jihad akan tetap berlangsung sampai hari kiamat, sampai Umat Islam memerangi Dajjal. Barangkali saja, beliau lupa ada hadits mutawwatir tentang Thaifah Manshurah yang akan senantiasa berjihad sampai akhirnya mereka memerangi Dajjal. Paling tidak, beliau masih meyakini adanya ‘idad. Jika begitu, masih lumayan. Tetapi fatwa beliau selanjutnya membuat kita bengong dan kaget. Ketika membicarakan ayat 60 surat Al-Anfal yang memerintahkan ‘idad beliau menyatakan: “Barangsiapa memperhatikan nash ini tentu ia akan menyatakan wajibnya menahan diri dari jihad (tidak berjihad), sampai i’dad mencapai taraf sempurna. Kadang bentuk i’dad adalah tidak beri’dad, karena tujuan i’dad memang untuk menakutkan musuh…” (Hiya As-Salafiyatu Nisbatan wa Aqidatan wa Manhajan, hal. 203). Bentuk jihad adalah tidak jihad, bentuk i’dad adalah tidak i’dad, tidak ada jihad sampai i’dad mencapai taraf sempurna. Wahai Umat Islam Palestina, jangan berjihad melawan Israel sebelum kekuatan militer kalian menyamai militer Israel yang dibantu seluruh negara besar kafir semisal AS dan Inggris. Jangan berjihad melawan Israel sampai kalian memiliki tank, pesawat tempur, rudal-rudal, dan bom nuklir sebanyak yang dimiliki Israel. Selama kekuaatan militer kalian tidak sama dengan kekuatan Israel, haram kalian untuk berjihad. Kewajiban kalian adalah i’dad, dan bentuk i’dad adalah tidak i’dad. Jadi? Padahal menurut para ulama, i’dad dalam hal ini adalah i’dad menurut kemampuan (tafsir Ibnu Katsir 2/503). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga menyatakan bahwa dalam perang defensif seperti manakala musuh menyerang negeri Umat Islam, saat itu Umat Islam tidak boleh mundur dari medan perang sekalipun musuh berkali-kali lipat dari jumlah Umat Islam. Musuh dihadapi, dengan kemampuan yang ada. (Fatawa al-Kubra 1/236). Dan untuk umat Islam Afghanistan, fatwa itu maknanya: jangan berjihad melawan AS dan sekutunya selama kekuatan militer kalian tidak sama besar dengan kekuatan militer AS dan sekutunya. Jangan melawan serbuan AS, jika pasukan komando, tank, kapal selam, pesawat tempur, pesawat siluman, rudal, bom nuklir, kapal pembom, kapal induk, kapal perusak kalian belum sama banyak dan sama kuat dengan milik AS dan sekutunya. Jangan berjihad cukup i’dad saja. Tawaran manis bukan? Saudaraku…untuk kepentingan siapa Umat Islam diajak menyerah dengan takdir, berpangku tangan, tidak berusaha…bukankah ini menyerah kepada taqdir versi sekte sesat Jabariyah dan Jahmiyah…? Jika Allah menakdirkan AS mengganyang Afghanistan, bukankah itu takdir yang harus diterima dengan lapang dada? Jika memang sudah takdirnya Israel menjajah Palestina dan membantai Umat Islam, kenapa kita harus mempersoalkannya? Jika Allah menakdirkan Khilafah Islamiyyah jatuh akibat konspirasi musuh Islam Internasional, kenapa kita harus ribut? Bukankah dengan sekali kun fayakun, AS akan hengkang, Israel akan binasa dan khilafah tegak. Kenapa harus bersusah payah? Bukankah lebih baik duduk di bawah kipas angin di masjid, asyik membaca buku dan membicarakan kejelekan para da’i di luar kelompok kita? Untuk kepentingan siapa syaikh mereka, syaikh Rabi’ Al-Madkhali mengarahkan meriam takfir (pengkafiran) kepada Sayid Quthb yang aktif mengkritik pemerintahan sekuler? Kemudian anda melihat mereka duduk berpangku tangan, menerima takdir, puas dengan aqidah Jahmiyyah-Jabbariyyah, demi keselamatan “aqidah salafiyah” mereka? Tentara salibis dan zionis membantai ratusan ribu bahkan jutaan Umat Islam, tentara sekuler menegakkan pemerintahan sekuler dan bahu membahu dengan tentara salibis-zionis untuk memadamkan cahaya Allah Ta’ala, lantas anda berpangku tangan demi keselamatan “aqidah salafiyyah” anda, agar tidak diusik oleh tentara salibis, zionis dan sekuleris? Anda ingin cahaya Islam menerangi persada dunia ini dengan tanpa membuat orang-orang yahudi, nashrani dan musyrikin memarahi dan membenci anda? Jika itu aqidah anda, silahkan saja. Namun bagi Umat Islam lain di luar kelompok anda, tentu tak akan melupakan petuah Syaikhul Islam Ibnu Qayyim: “Wahai orang-orang yang bermental banci, di mana anda dari jalan? Jalan di mana di atasnya: Adam kelelahan, Nuh meratap sedih, Al-Khalil dilempar ke dalam api, Ismail dibaringkan untuk disembelih, Yusuf dijual dengan harga murah dan dipenjara beberapa tahun, Zakaria digergaji, Yahya disembelih, Ayyub menderita sakit parah, tangisan Daud melebihi batas kewajaran, Isa berjalan kesusahan seorang diri dan Muhammad sholallahu ‘alaihi wa salam mengalami kemiskinan dan berbagai siksaan. Anda malah bersantai dengan kelalaian dan permainan?” (Al-Fawaid, hal. 56).

4. CUEK DENGAN NASIB UMAT ISLAM

Syaikh Muhammad Ibrahim Syaqrah menyatakan: “Termasuk fiqhul waqi’ (memahami realita yang ada) adalah engkau meninggalkan fiqhul waqi’ supaya fiqhul waqi’ menjadi sempurna dalam dirimu sehingga engkau menjadi orang yang paling tahu dan paham tentang fiqhul waqi’.” (Hiya As-Salafiyatu Nisbatan wa Aqidatan wa Manhajan hal. 148). Tak usah membaca koran, majalah, mendengar radio, melihat TV. Tak usah peduli dengan segala apa yang terjadi dengan dunia sekitar anda. Tak usah peduli dengan nasib ratusan juta Umat Islam di seluruh dunia, biarkan saja mereka, nanti anda akan menjadi orang yang paling paham dengan kondisi mereka. Diamnya anda, kesibukan anda dengan tarbiyyah dan tashfiyyah, kecuekan anda dengan jahiliyyah modern hari ini, akan menjadikan anda orang yang paling paham dengan kondisi dunia modern. Anda cuek dan diam, sibuk dengan urusan anda, maka anda akan menjadi orang yang paling pintar, mengalahkan semua pengamat. Untuk pandai dan paham tentang dunia sekitar, tak perlu belajar dan mencari tahu, cukup tashfiyyah dan tarbiyyah, kun fayakun anda jadi orang paling pintar. Sebuah prinsip yang sangat bagus dan menggiurkan. Ukhuwah Imaniyyah yang menuntut kita memperhatikan nasib seluruh saudara kaum Muslim di dunia, bisa dirontokkan dengan dua baris kalimat sakti syaikh salafiyyah. Bila demikian keadaannya, maka hendaklah kita mencamkan wasiat Shahabat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu: “Ikatan Islam akan lepas satu persatu bila di kalangan Umat Islam timbul sebuah generasi yang tidak paham dengan jahiliyyah” (Ibnul Qayyim, Al-Fawaid, hal. 143). Tidak paham konspirasi salibis-zionis musyrikin, tidak paham kondisi saudara-saudara Muslim di berbagai belahan dunia yang sedang kesulitan, tidak paham sekulerisme, Khawarij, Murjiah, Jabariyyah, Jahmiyyah, bahkan tidak paham ahlus sunnah wal Jama’ah. Ya sudah, hancurlah Islam. Lepaslah ikatan Islam.Inilah gambaran sekilas latar belakang pemikiran gerakan sesat Murji’ah ekstrim, yang hari ini dengan bangga menggelari dirinya sebagai gerakan salafiyyah. Mereka menganggap penyelewengan mereka dari aqidah ahlu sunnah wal jama’ah sebuah perkara remeh, padahal di sisi Allah Ta’ala sebuah perkara besar.Tulisan super singkat ini belum membahas banyak hal tentang aqidah dan manhaj gerakan salafiyyah. Insya Allah, di lain kesempatan berbagai masalah yang berkaitan dengan gerakan ini akan disorot. Yang jelas, kemungkinan besar akan ada pihak-pihak yang merasa keberatan dan tidak terima dengan tulisan ini. Maka kepada saudara Muslim siapa pun dirinya kami nasehatkan beberapa hal berikut ini: a. Mengembalikan seluruh perselisihan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman salafu sholih. b. Tidak ta’ashub buta dan taqlid buta kepada siapa pun, seberapa pun kebesaran jasanya dan ketinggian ilmunya, karena tidak ada yang ma’shum selain Rasulullah shalallahu ’alaihi wa salam.

Wallahu ‘alam bish shawab. Majelis Mujahidin

13 pemikiran pada “Salafiyyun dalam sorotan :

  1. Maaf, ini komentar anda di blog, saya balikin lagi.

    herry |

    Nabi : Hai Umar, saya mau buat majlis ilmu di masjid Nabawi, buat pamflet ya….. tempelkan dimasjid-masjid yang ada di hijaj. Orang2 musyrik, ahli bidah jangan diajak… mereka sesat menyesatkan.. Tolong juga tulis fatwa saya di majalah… dan jual kepada mereka supaya orang musyrik dan ahli bid’ah itu tahu kesesatannya.

    Umar : Baik ya Rasul…. Tapi nanti pengajiannya pakai kitab siapa???

    NabI: Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnu Qoyyim kalau ulama selain itu jangan ya, selain itu SESAT

    Umar : Kita bahas kamis ini kitab Fatwanya Ibnu Taimiyah dulu yaa…..

    Nabi : Oh iya … saya lupa saya tidak bisa baca…. Kamu aja deh yang ngisi taklimnya

    Nov 19, 1:55 PM

  2. “Gak mau kena laknat, saya mendingan lipet karpet lagi dah, padahal tadinya mau ikut jadi pengembira….”

    Salam kenal Pak Ustadz

    Mohon maaf kalo tulisan yang yang ada di blog saya bisa mengundang laknat Allah dan saya beristighfar kepada Allah

    Saya harap anda bisa terus bersilaturrahmi dalam rangka ssaling ingat mengingatkan.

  3. Insya Allah.

    Saya Beristighfar tiap hari, dan mohon ditunjukkan jalan yang benar.

    Bertaubat kewajiban setiap muslim karena tiap hari kita dalam keadaan berdosa… Terima kasih atas sarannya.

  4. MENEPIS TUDUHAN MEMBELA KEBENARAN

    Bantahan Terhadap Tuduhan Dusta Fauzan al-Anshori

    Oleh : Abdurrohman bin Toyyib As-Salafy

    Celaan demi celaan, tuduhan demi tuduhan serta kedustaan demi kedustaan akan terus dilontarkan bertubi-tubi kepada dakwah yang mubarokah ini (dakwah Salafiyah), tapi Alhamdulillah -dengan seizin Allah- dakwah Salafiyah ini kan terus maju dan semakin menebarkan keharuman sunnah dan atsar ditengah umat. Dakwah Salafiyah kan selalu tegak diatas kebenaran, menampakkan yang benar dan tidak akan menyembunyikan. Salafiyah bukan gerakan-gerakan (tikus) dibawah tanah yang selalu bersembunyi dari satu lorong ke lorong yang lain, dari satu selokan ke selokan yang lain. Itulah sifat/ciri dakwah Salafiyah (Thoifah Manshuroh) yang dijelaskan oleh Nabi  dalam sabda beliau : (لا تزال طائفة من أمتي قائمة بأمر الله لا يضرهم من خذلهم أو خالفهم حتى يأتي أمر الله و هم ظاهرون على الناس)

    Artinya : “Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tegak diatas perintah (agama) Allah, tidak memadharotkan mereka celaan serta penyelisihan orang yang menyelisihi mereka sampai datangnya perintah Allah (hari kiamat) dan mereka (kelompok tersebut) selalu nampak dihadapan manusia” [HR. Bukhori 8/149 dan Muslim 3/1524].

    Diantara tuduhan-tuduhan batil dan dusta yang dilontarkan kepada dakwah Salafiyah ini adalah tulisan yang berjudul “Salafiyyun dalam sorotan…” kontribusi dari Fauzan Al-Anshori -semoga Allah membalas segala kedustaanmu didunia dan akherat nanti-. Tuduhan-tuduhan/syubhat-syubhat ini sebetulnya juga dilontarkan oleh mulut-mulut berbisa lainnya. [كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا]

    Artinya : “Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan kecuali dusta” [QS Al-Kahfi 5].

    Oleh karenanya dengan memohon pertolongan dan taufik-Nya, kami akan berusaha untuk menyingkap dan menepis tuduhan-tuduhan batil ini dan membela kebenaran agar jalan Allah selalu terang benderang malamnya seperti siangnya dan [لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَا مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ]. Artinya : “Agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata pula” [QS Al-Anfaal 42].

    Simak dan nikmati bantahan terhadap tuduhan serta syubhta-syubhat yang ada dalam “Salafiyyun dalam sorotan …..” .

    Syubhat/tuduhan

    Sejak beberapa puluh tahun yang lalu, ditengah kaum muslimin muncul sebuah gerakan yang menamakan dirinya Salafiyah atau salafiyyun.

    Bantahan

    Perlu diketahui bersama bahwa Salafiyah bukanlah suatu gerakan/partai/golongan yang serupa dengan Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir atau Jama’ah Tabligh atau NII yang didirikan beberapa puluh tahun yang lalu oleh pemimpin-pemimpin besarnya seperti Hasan Al-Banna, Taqiyuddin An-Nabhani, Muhammad Illyas dan Kartosuwiryo. Dakwah Salafiyah adalah nisbah/menisbatkan diri kepada manhaj/metode salaf (sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in) dan bukan aliran baru dalam Islam.(1)[“Limaadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy ?” oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly hal 33. lihat pula “Al-Manhaj As-Salafy ‘Inda Syaikh Nashiruddin Al-Albany” oleh Amru Abdul Mun’im hal 14.] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah v berkata : “Tidak tercela orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbatkan diri kepadanya, bahkan wajib untuk menerima hal tersebut menurut kesepakatan, karena tidaklah madzhab salaf itu kecuali benar” [Majmu’ Fatawa 4/149].

    Salafiyah adalah silsilah dakwah para salaf, pemegang tongkat estafet dakwah mereka. Salafiyah selalu berusaha mewujudkan sabda Nabi  dalam hadits Firqotun Najiyah : [ما أنا عليه اليوم وأصحابي] Artinya : “Yang mengikuti aku dan para sahabatku” [HR Tirmidzi dengan sanad yang hasan]. Salafiyah merupakan perwujudan dari anjuran ulama salaf , diantaranya Imam Al-’Auzai v yang berkata : “Bersabarlah diatas sunnah, berhentilah kemana (para salaf) berhenti, katakan dengan apa yang mereka katakan dan cegahlah dari apa yang mereka cegah. Telusurilah jejak salafush sholeh karena akan mencukupimu apa yang mencukupi mereka”.(2) [“Asy-Syari’ah ” oleh Al-Ajury” hal 58.] Lebih dari itu Salafiyah adalah pengikut setia para salaf yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya : [وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ] Artinya : “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.…” [QS At-Taubah 100].

    Madzhab Salaf (dakwah Salafiyah) adalah manhaj yang benar karena dia berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman para salafush sholeh. Inilah yang harus kita katakan seperti yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah diatas. Adapun pribadi orang yang menisbatkan kepada manhaj ini maka kita katakan : [كل بني آدم خطاء و خير الخطائين التوابون] Artinya : “Setiap manusia itu pernah bersalah dan sebaik-baiknya orang yang salah adalah yang bertaubat” [HSR Ibnu Majah]. Dan kita katakan seperti yang dikatakan oleh Imam Malik v : “Tidak ada seorangpun setelah Nabi  melainkan diambil ucapannya atau ditolak”.

    Saya sarankan kepada penulis untuk dia membaca kitab “Limaadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy ?” oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly agar dia tidak asal ngomong tentang Salafiyah tanpa ilmu. Allah  berfirman :

    [وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا] Artinya : “Dan jangan kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” [QS. Al-Israa 36]

    Syubhat/tuduhan

    Bagaimana aqidah dan manhaj mereka (salafiyyun) menurut Al-Qur’an dan sunnah ala fahmi salafush sholeh ?

    Bantahan

    Siapakah salafush sholeh menurutmu ? apakah Dzul Khuwaisiroh atau Abdurrohman bin Muljam ataukah Washil bin ‘Atho ataukah Abdullah bin Saba’ atau Sayid Qutub ? Jika engkau ingin tahu aqidah kita dan manhaj kita coba engkau buka “Ushulus Sunnah” Imam Ahmad yang telah kami terjemahkan dan kami muat dalam Adz-Dzakhiroh edisi 13 atau coba baca “Syarhus Sunnah” oleh Imam Al-Barbahari yang kita belajar aqidah dan manhaj darinya dan dari kitab aqidah ulama salaf. Mungkin engkau tidak pernah mengetahui buku2 tersebut dan kami rasa tidak akan mungkin engkau mau membacanya dengan baik karena kitab-kitab ulama salaf tersebut sangat amat menyelisihimu dan yang semisal denganmu (atau mungkin karena engkau tidak bisa membaca ???).

    Syubhat/tuduhan

    Ta’ashub dan taqlid buta. Bila diperhatikan, sebenarnya sikap ini bukanlah sebuah kebetulan belaka. Sikap ini lahir dari sikap hizbiyyah mereka, yang mereka terima dari para syuyukh mereka sendiri…

    Bantahan

    Seperti kita katakan bahwa salafiyyun hanya menyeru kepada metode para salaf (sahabat, tabi’un dan tabi’ut tabi’in) dalam segala bidang. Salafiyah bukan seperti “Ikhwanul Muslimin” yang menyeru kepada manhaj ‘gado-gadonya’ Hasan Al-Banna yang extrim dalam kesufiannya atau seperti “Jama’ah Tabligh” yang menyeru kepada manhaj pendirinya Muhammad Ilyas yang juga tenggelam dalam empat toriqot sufiyah (3) [Coba kau lihat kitab “Al-Qoulul Baliqh Fit Tahdzir min Jama’atit Tabligh” oleh Syaikh Hamud At-Tuwaijiry, “Al-Maurid Al-‘Adzbu Azzalal” oleh Syaikh Ahmad An-Najmy, “Al Jama’at Al-Islamiyah” oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly.] atau kelompok-kelompok lain yang hanya menyeru kepada perorangan atau pembesar mereka. Tidak ada yang lebih membuktikan akan jauhnya Salafiyah dari ta’ashub dan taqlid buta melainkan seruan mereka di mesjid-mesjid, halaqoh-halaqoh, majalah-majalah dll untuk kembali kepada manhaj salaf bukan kepada perorangan seperti yang dituduhkan. Coba engkau lihat Muqodimah kitab “Sifat Sholat Nabi” oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani yang sangat jauh dari seruan kepada ta’ashub atau “Iiqoozhul himmah littiba’i nabiyyil ummah” oleh Kholid bin Abdillah An-Najmy yang kita ajarkan dimasjlis ta’lim.

    Dakwah Salafiyah menyeru kaum muslimin agar tidak menuntut ilmu melainkan dari ahli sunnah yang selalu menyeru kepada aqidah tauhid dan sunnah serta membasmi syirik, khurofat dan bid’ah. Dakwah Salafiyah melarang kaum muslimin untuk menimba ilmu dari ahli bid’ah yang menyeru kepada bid’ah dengan segala bentuknya. Dan ini diambil oleh Dakwah Salafiyah dari para salaf mereka seperti Ibnu Sirin v yang mengatakan : “Ilmu ini adalah agama itu sendiri maka lihatlah darimana kamu mengambil ilmu tersebut” dan dari ucapan beliau juga : “Dahulu para salaf (sahabat) tidak pernah bertanya tentang isnad tapi ketika terjadi fitnah mereka bertanya : siapa guru-gurumu ? jika guru tersebut dari ahli sunnah maka diambil haditsnya tapi jika dari ahli bid’ah maka ditolak haditsnya” [Muqqoddimah Shohih Muslim dalam bab Annal Isnad Minad Diin]. Salafiyah bukan seperti kelompok-kelompok hizbiyah yang menerima semua golongan baik syi’ah maupun mu’tazilah. Mereka (orang-orang harokah) bak tong sampah yang menerima semua kotoran. Imam Al-Auza’i pernah diceritakan kepada beliau bahwa ada seseorang yang mengatakan : ‘aku terkadang duduk (menimba ilmu -pent) dari ahli sunnah dan terkadang aku duduk (menimba ilmu -pent) dari ahli bid’ah’. Maka Imam Al-Auza’i mengatakan : ‘orang itu ingin menyamakan kebenaran dengan kebatilan’. [Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh dalam “Al-Ibanah” 2/456 dan beliau mengomentari ucapan Al-Auza’i tersebut dengan perkataannya :’sungguh benar apa yang diucapkan oleh Al-Auza’i, orang tersebut tidak tahu kebenaran’].

    Syubhat/tuduhan

    Ucapan penulis (Fauzan Al-Anshori) yang mengatakan : ‘adalah Syaikh Ali Hasan Al Halabi Al Atsari -seorang syaikh panutan mereka yang mengakui dirinya Syaikh salafiyyin ketiga setelah syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dan syaikh Muhammad Ibrohim Syuqroh- yang mengatakan ijma’ tentang kedudukan tiga syuyukh salafiyyun ini dengan mengatakan : “Para ulama kami yang agung itu, mereka itulah bintang-bintang pemberi petunjuk dan meteor yang tinggi, barangsiapa berpegang teguh dengan mentaati mereka, mereka itulah yang selamat dan barangsiapa memusuhi mereka, maka dialah orang yang tersesat” (At Tahdziru Min Fitnatit Takfir hal.39)

    Bantahan

    Darimana engkau mendapatkan pengakuan Syaikh Ali bahwa dia syaikh ketiga ? Coba buktikan kepada kami bila engkau benar-benar bukan pendusta ulung? [قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ] Artinya : “Katakanlah : tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” [QS Al-Baqarah 111].

    Disini timbul beberapa pertanyaan setelah kami baca langsung ucapan Syaikh Ali dalam bukunya “At-Tahdziru Min Fitnatit Takfir”. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah :

    Apakah Fauzan Al-Anshori punya/pernah melihat kitab tersebut ?

    Apakah Fauzan Al-Anshori paham bahasa arab ?

    Apakah Fauzan Al-Anshori bisa baca kitab arab gundul ?

    Apakah Fauzan Al-Anshori pernah membaca kitab tersebut ?

    Apakah Fauzan Al-Anshori hanya membeo para pendahulunya dalam masalah ini ?

    Apakah Fauzan Al-Anshori sengaja berdusta ????????

    Mengapa timbul pertanyaan-pertanyaan seperti diatas ? Karena apa yang dia pahami dari nukilan tersebut tidak sama dengan apa yang ditulis oleh Syaikh Ali dalam bukunya. Syaikh Ali memaksudkan tiga syuyukh (para ulama kami) adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin v. Tapi Fauzan Al-Anshori mengatakan yang berlainan dengan fakta, dia memahami tiga syuyukh itu adalah Al-Albani, Muhammad Ibrohim Syuqroh dan Syaikh Ali sendiri. Syaikh Ali dalam buku tersebut mengatakan (sebelum nukilan yang dibawakan penulis diatas) : “Wahai pembaca, buku ini adalah kumpulan ucapan 3 ulama pada zaman ini, mereka adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Abdul Aziz Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin v”. Wahai Fauzan Al-Anshori kalau engkau memang membaca buku tersebut, bacalah dengan mata terbuka dan ditempat bercahaya, serta jangan engkau membaca didalam mimpi atau digua didalam hutan belantara disaat malam yang gelap gulita!!!!!

    Adapun ucapan Syaikh Ali : “Para ulama kami …..” maka telah beliau jelaskan langsung maksud dan beliau sebutkan atsar dari para salaf yang serupa dengan ucapan beliau tersebut. Tapi sayang mengapa penulis (Fauzan Al-Anshori) tidak menukilnya ? Fauzan Al-Anshori memotong-motong ucapan/nukilan hingga bisa menipu dan mengelabui orang-orang awam, seperti yang Fauzan Al-Anshori lakukan pada saat menukil ucapan Syaikh Muhammad Ibrahim Syuqroh yang akan kami jelaskan nanti -InsyaAllah-. Dan ini diantara metode ahli bid’ah sepanjang zaman untuk membuat talbis/syubhat ditengah umat. Metode seperti ini bak orang yang membaca Al-Qur’an : [فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ] “Celakalah orang-orang yang shalat” [QS Al-Maa’un 4], kemudian dia berhenti disini dan tidak meneruskan ayat selanjutnya. Atau dia memotong ayat [يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ] “wahai orang-orang yang beriman janganlah engkau mendekati/melaksanakan shalat” [QS AN-Nisa’ 43]. -Na’udzu billahi minadh dholaalati wal jahaalati-.

    Syaikh Ali bin Hasan -hafidzallahu- setelah mengatakan hal diatas beliau berkata : { Sesungguhnya aku yakin bahwa sebagian anak yang masih ingusan dan pendek akalnya -tapi sudah berani berfatwa – akan berteriak kencang memperingatkan teman dan pengikutnya sambil mengatakan : ‘ini adalah taqlid (buta) ! Kita menolak taqlid !!’. Mereka mengatakan seperti ini agar hanya merekalah yang berhak untuk di taqlid !! Perkataan merekalah yang berhak didengar dan diterima!! Alangkah sesuainya mereka dengan apa yang dikatakan seorang penyair :

    إذا ما خلا الجبان بأرض طلب الطعن وحده و النزالا و

    Apabila bumi hanya dihuni seorang pengecut

    Maka dia akan menantang untuk berperang sendirian

    Aku katakan kepada orang ini dan yang semisalnya, engkau dan cs mu belum tahu cara menangkal taqlid, hukum taqlid atau taqlid yang tercela kecuali dari jalan mereka (para ulama). Apakah engkau kira mereka (para ulama) itu -dengan kealiman dan besarnya keyakinan mereka- mereka menyelisihi prinsip yang telah mereka pegang dan yang mereka jelaskan ?

    Disana terdapat perbedaan yang sangat jauh antara permasalahan-permasalahan yang terperinci yang terkadang tersembunyi kebenaran didalamnya dari seorang alim baik secara nash, fiqh/pemahamannya, bahasanya lalu alim tersebut salah dan ditaqlid (oleh manusia) dengan permasalahan besar yang tidak boleh bagi seorangpun untuk berkecimpung (berfatwa) kecuali ulama-ulama besar seperti masalah kekafiran dan pengkafiran, perdamaian dan peperangan serta yang mencakup masalah umat dan pembantaian, pengusiran, pembunuhan, penafkahan harta, kegoncangan dalam umat, fitnah dan lain-lain.

    Barangsiapa yang belum tahu perbedaan kedua hal ini maka dia tidak pantas untuk dia mendebat ulama atau menduduki singgasana ulama ataupun mencela ulama.

    Diantara atsar para ulama salaf yang menguatkan ucapanku diatas adalah apa yang diriwayatkan oleh Al-Khotib Al-Baghdady dalam “Tarikh” nya 3/268 bahwasanya Abdullah bin Mubarok v ditanya tentang ittiba’ (siapa yang berhak diikuti -pent) beliau menjawab : ‘yang berhak diikuti adalah Husein bin Waaqid dan Abu Hamzah As-Sukkari’.

    Didalam Sunan Tirmidzi 6/335 : ‘bahwasanya Abdullah bin Mubarok pernah ditanya tentang hadits (Tangan Allah diatas jama’ah….) Siapakah jama’ah itu ? Beliau menjawab : Abu Bakar dan Umar. Beliau ditanya lagi : Abu Bakar dan Umar telah meninggal ? Beliau menjawab : Fulan dan fulan. Beliau ditanya lagi : Mereka telah meninggal. Abdullah bin Mubarok mengatakan : Abu Hamzah As-Sukkari adalah jama’ah’.

    Saya katakan : Hidupnya para ulama adalah kehidupan dan kelanggengan bagi umat ini. Mendekatnya umat kepada para ulama adalah sebab bagi bangkitnya umat ini, bahkan dahulu pernah dikatakan hidupnya ulama adalah hidupnya/bangkitanya alam semesta.

    Adapun mencaci, mencela dan menuduh para ulama yang mengakibatkan (jauhnya umat dari ulama -pent) dan mendekatkan umat kepada anak-anak yang masih ingusan yang hanya ingin popularitas maka ini adalah (kabar duka) yang dijelaskan oleh Nabi  : “Sesungguhnya diantara tanda-tanda kiamat adalah diambilnya ilmu (agama) dari anak-anak ingusan/bodoh” [HR Al-Lalikai dalam ‘Syarhu Ushul I’tiqod Ahli Sunnah’ 102].

    Hukum yang disepakati oleh ketiga imam dan ulama/fuqoho tersebut, tidak terlalu jauh dari kebenaran jika ada yang mengatakan hal tersebut sebagai ijma’ dan bahwasanya hal tersebut adalah benar serta merupakan petunjuk karena mereka adalah imam-imam/ulama pada zaman ini…} [“At-Tahdziru Min Fitnati Takfir” hal 42-45]. Apakah ucapan Abdullah bin Mubarok v diatas bisa engkau katakan sebagai seruan kepada taqlid ? apakah angkau pernah membaca ayat dalam surat An-Nisa’ 59 : [يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ] Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu..”?

    Syubhat/tuduhan

    Ucapan penulis (Fauzan Al-Anshori) yang mengatakan : ‘pernyataan bahwa siapa yang bergabung dengan Syaikh fulan dan membelanya baik benar maupun salah berarti kelompok yang benar …

    Bantahan

    Salafiyah tidak pernah menyeru untuk membela ulama jika salah tapi Salafiyah menghormati ulama -yang betul-betul ulama- yang menyeru kepada aqidah dan sunnah shohihah serta melarang dari syirik dan bid’ah. Coba engkau (Fauzan Al-Anshori) tunjukkan kepada kami bahwa Salafiyah membela ulama jika salah ???

    Salafiyah bukan seperti da’i-da’i harokah/pergerakan yang selalu mencela ulama. Mereka da’i-da’i pergerakan tidak mau merujuk kepada ulama meskipun dalam masalah besar yang menyangkut umat manusia. Mereka seenaknya berfatwa tanpa bercermin terlebih dahulu. Padahal Allah  berfirman : [فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ] Artinya : “Bertanyalah kepada ulama jika kalian tidak mengetahui” [QS Al-Anbiya’ 7]. Dan Allah  juga berfirman : “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri (ulama) diantara mereka tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulama)” [QS An-Nisa 83].

    Sungguh sangat menyedihkan keadaan umat sekarang, mereka yang masih ingusan sudah berani berfatwa dan mencela ulama. Sebagian dari mereka yang berfatwa terkadang belum bisa membaca kitab-kitab ulama yang berbahasa arab, tapi hanya menukil buku-buku terjemahan. Maka pantas kalau dikatakan :

    لمثل هذا يذوب القلب من كمد إن كان في القلب إسلام و إيمان

    Karena hal seperti inilah hati meleleh dengan kesedihan

    Jika didalam hati ini masih terdapat keislaman dan keimanan

    Imam Malikv pernah mengatakan : “Tidaklah aku berfatwa hingga ada 70 ahli ilmu menyaksikan bahwa aku telah layak untuk berfatwa” [Sifatul Fatwa wal Mustafti (7) oleh Ibnu Hamdan].

    Coba engkau renungkan ucapan-ucapan masyayikh dakwah Salafiyah tentang taqlid, apakah sama dengan apa yang engkau tuduhkan ?

    Syaikh Muqbil bin Hadi v pernah ditanya tentang taqlid, lalu beliau menjawab : ‘Taqlid itu haram, tidak boleh bagi seorang muslim untuk taqlid dalam agama. Allah Ta’ala berfirman : “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya” [QS Al-A’raf 3]. ‘Beliau mengatakan : ‘Aku bukanlah hujjah, maka wajib bagimu untuk meminta kepadaku dalil sebab hujjah itu ada pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ….’ [“Tuhfatul Mujiib ‘ala As-Ilatil haadhir wal Ghoriib” oleh Syaikh Muqbil bin Hadi 205-206].

    Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly -حفظه الله – mengatakan : ‘Sesungguhnya metode Islam dalam menuntut ilmu baik dalam masalah pokok maupun furu’/cabang hanya satu yaitu menyeru manusia untuk mengikuti dalil. Tidak boleh taqlid kecuali dalam keadaan terpaksa yaitu ketika tidak mampu mengenal dalil dan menelusurinya, baik dalam masalah aqidah atau hukum. Barangsiapa yang mampu berijtihad dalam masalah Fiqih -misalnya- tidak boleh baginya untuk taqlid…’ [“Al-Moqoolaat As-Salafiyah” oleh Syaikh Salim Al-Hilaaly hal 31].

    Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkholi -حفظه الله – mengatakan : ‘Taqlid dalam Islam adalah mengikuti suatu ucapan yang tidak ada dalilnya. Dan ini dilarang dalam agama. Adapun ittiba’ adalah (mengikuti suatu ucapan/perbuatan -pent) yang ada dalilnya. Taqlid dalam agama Allah tidaklah dibenarkan sedangkan ittiba’ dalam agama diperbolehkan dan taqlid itu dilarang …….’ [“Al-Iqna’ bimaa ja-a ‘an Aimmatid dakwah Minal Aqwal Fil Ittiba’ ” oleh Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkholi hal 105].

    Syaikh Ali bin Hasan Al-Halaby – حفظه الله – mengatakan : ‘Taqlid adalah mengambil perkataan orang lain tanpa dalil dan ini adalah batil menurut para imam empat. Abu Hanifah mengatakan : ‘Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil perkataan kami selama dia tidak tahu darimana kami mengambilnya….‘. Syaikh Ali mengomentari Abul Hasan Al-Karkhi -yang menyeru kepada ta’ashub- yang dia mengatakan : ’setiap ayat yang menyelisihi madzhab kami maka dia harus ditakwil atau dikatakan mansukh/terhapus, demikian juga dengan hadits’. Beliau (Syaikh Ali) mengatakan : ‘ini adalah ucapan batil dan sangat batil’. [“At-Tashfiyah wat tarbiyah” oleh Syaikh Ali bin Hasan hal 50-52].

    Inilah dakwah Salafiyah. Inilah seruan da’i-da’i Salafiyah. Baca dan renungkanlah jika engkau masih belum buta !!!!

    الحق شمس و العيون نواظر لكنها تخفى على العميان

    Kebenaran itu bak mentari dan mata-mata ini memandangnya

    Akan tetapi matahari itu tersembunyi bagi si buta

    Allah  berfirman : [فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ] Artinya : “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang didalam dada” [QS Al-Hajj 46]. Jika engkau ingin tahu siapa penyeru ta’ashub, silahkan lihat ucapan Hasan Al-Banna pendiri Ikhwanul Muslimin : ‘Sesungguhnya yang aku maksud dengan pemahaman disini adalah engkau menyakini bahwa pemikiran-pemikiran kita adalah Islam yang benar dan engkau harus memahami Islam ini sesuai dengan apa yang kami pahami…‘ [“Majmu’atu Rasaail Al-Imam Asy-Syahiid” hal 363]. Sa’id hawa mengatakan : ‘Tidak ada dihadapan kaum muslimin kecuali pemikiran ustadz Al-Banna jika mereka ingin jalan yang benar’ [“Fil Aafaaqit Ta’aaliim” hal 5].

    Syubhat/tuduhan

    2. Sekulerisme. Maka inilah yang terjadi bagaimana sebuah kelompok yang menamakan dirinya salafiyyun, pengikut salafush sholeh, namun menganut paham sekulerisme…

    Bantahan

    Lagi-lagi engkau (Fauzan Al-Anshori) berdusta kepada dakwah Salafiyah, takutlah engkau wahai Fauzan Al-Anshori dari sabda Nabi  : “Bukankah manusia itu ditelungkupkan wajah-wajah mereka didalam neraka dengan sebab ucapan lisan-lisan mereka” [HSR. Tirmidzi 2616]. Dan tidaklah engkau khawatir untuk menjadi pemilik sifat-sifat orang-orang munafik : “4 hal barangsiapa yang memilikinya maka dia adalah seorang munafik. Dan jika ada sebagiannya saja maka dia telah memiliki sebagian dari sifat kemunafikan hingga dia meninggalkannya : apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia mengingkari, apabila berselisih dia curang dan apabila bersepakat dia mengkhianati” [Muttafaqun ‘alaihi].

    Inilah ucapan-ucapan masyayikh dakwah Salafiyah tentang berhukum hanya kepada Allah :

    Syaikh Kholid bin Ali bin Muhammad Al-Anbari – حفظه الله – mengatakan : “Diantara perkara yang tidak diperselisihkan lagi, adalah bahwa Allah satu-satunya yang berhak menghukumi diantara manusia. Tidak ada seorangpun yang berhak menyamai hukum-Nya meski tinggi kedudukan dan sempurna akalnya. Dialah sebaik-baik yang membuat hukum, hukum-Nya adalah benar dan adil secara mutlak. Adapun selain hukum Allah dari undang-undang buatan serta hukum-hukum jahiliyah maka hal itu adalah kedzoliman, kesesatan yang jauh…” [Muqoddimah (cetakan ke 5) kitab “Al-Hukmu bighoiri maa anzalallhu” oleh Syaikh Kholid hal 17].

    Syaikh Ali bin Hasan, Salim bin ‘Ied Al-Hilaali, Masyhur bin Hasan Alu Salman, Husein Al-’Awaayisyah, dan Muhammad bin Musa Alu Nash – حفظهم الله – mereka semua mengatakan dalam “Mujmal Masaailul Iman…” hal 23 dalam bab berhukum dengan hukum Allah :

    a. Berhukum dengan hukum Allah adalah suatu kewajiban (yang fardhu ‘ain) bagi setiap muslim baik perorangan maupun kelompok, baik pemimpin ataupun rakyat. Semuanya adalah pemimpin dan semua akan diminta pertanggungan jawab atas yang dipimpinnya.

    b. Berhukum dengan hukum Allah mencakup segala bidang (kehidupan) umat manusia semuanya baik dalam bidang aqidah, dakwah, tarbiyah, akhlak, ekonomi, politik, sosiologi, kebudayaan dll.

    c. Meninggalkan berhukum dengan hukum Allah termasuk sebab segala bencana, perpecahan, kehinaan dan kenistaan yang telah meliputi umat ini baik perorangan maupun golongan.

    Adapun apa yang kau nukilkan wahai Fauzan Al-Anshori -semoga Allah membalas segala kedustaanmu didunia dan akherat nanti- dari ucapan Syaikh Muhammad Ibrohim Syuqroh (4) [Syaikh Muhammad Ibrohim Syuqroh memang dahulu dikenal dengan kesalafiannya, tapi sekarang dia menyimpang dari dakwah Salafiyah. Seperti yang dijelaskan oleh Majalah Ash-Sholah edisi 25/26. kita disini ingin membela yang haq bukan perorangan. “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berbuat adil, berbuat adillah karena itu lebih dekat dengan takwa” (QS Al-Maidah 8).] maka sekali lagi kami ingin bertanya kepadamu :

    Apakah kau (Fauzan Al-Anshori) menukil langsung ucapan ini dari kitab aslinya atau kau hanya mencomotnya dari leluhurmu ?

    Apakah kau Fauzan Al-Anshori paham bahasa arab ?

    Apakah kau Fauzan Al-Anshori paham ucapan Muhammad Ibrohim Syuqroh ?

    Apakah kau Fauzan Al-Anshori punya buku “Hiyas Salafiyah Nisbatan wa Aqidatan..” ?

    Apakah kau Fauzan Al-Anshori memang sengaja mengambil yang sesuai hawa nafsumu atau yang dibisikkan oleh syaitan-syaitanmu dan meninggalkan apa yang tidak sesuai dengan seleramu ? “Apakah kamu beriman kepada sebagian kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain” [QS Al-Baqoroh 85].

    Memang metodemu seperti yang telah kita katakan, bak orang yang membaca [فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ] “Celakalah orang-orang yang shalat” [QS Al-Maa’un 4], atau memotong ayat [يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ] “wahai orang-orang yang beriman janganlah engkau mendekati/melaksanakan shalat” [QS AN-Nisa’ 43], kemudian dia berhenti tidak menyambungnya. -Na’udzu billahi minadh dholaalati wal jahaalati-.

    Tidakkah engkau baca dalam kitab “Hiyas Salafiyah Nisbatan wa Aqidatan” hal 167 yang jelas-jelas beliau menolak sekularisme : “Dan kita tidak mengatakan : berikan hak kaisar kepada kaisar dan hak Tuhan kepada Tuhan”. Bahkan pada hal 164 beliau mengatakan : “Sesungguhnya politik yang tidak berdasarkan kepada aqidah dan hukum-hukum syariat akan mendorong kelompok-kelompok sesat menentang Islam secara keseluruhan….” Dan beliau juga mengatakan pada hal 173 : “Politik islam adalah bagian dari aturan-aturan Islam yang umum, tidak boleh untuk melalaikan dan meniadakannya dari aturan Islam. Ketika Islam telah memiliki daulah yang melindungi politik Islam dan para politikusnya maka politik tersebut akan menjadi suatu amal yang disunnahkan bagi umat Islam karena dua hal : a. Politik membutuhkan spesialis dan para pakar.

    b. Politik termasuk bagian dari kepemimpinan.”

    Adapun maksud ucapan Syaikh Muhammad Ibrohim Syuqroh yang kau -Fauzan Al-Anshori- nukil maka tidaklah seperti apa yang engkau pahami. Beliau hanya menggambarkan keadaan politik sekarang yang tidak ada lagi amar ma’ruf dan nahi anil mungkar, yang telah bercampur aduk antara kebenaran dan kebatilan. Beliau memberikan contoh orang yang terjun kedalam kancah politik : “Misalnya seseorang yang berkecimpung dalam kancah politik dia melaksanakan shalat sedangkan temannya tidak shalat maka tidak dibenarkan orang yang shalat tersebut mencela temannya yang tidak shalat…….” .Kemudian beliau mengatakan : “Apakah politik seperti ini bisa dibenarkan/diterima ?! Saya kira bahwa slogan ‘berikan hak kaisar kepada kaisar dan hak Tuhan kepada Tuhan’ adalah sebuah kalimat hikmah/bijaksana yang sesuai dengan (fakta) zaman ini” [“Hiyas Salafiyah Nisbatan wa Aqidatan” hal 172]. Beliau dengan ucapannya ini bukan menyetujui/mendukung ucapan sekuler diatas tapi hanya menjelaskan alangkah sesuainya politik sekarang dengan ucapan sekuler diatas. Maka baca dan pahamilah dengan benar wahai Fauzan Al-Anshori !!! Kalau kau tidak punya kitabnya, kemarilah akan kami tunjukkan kesalahpahamanmu ini !!!

    و كم من عائب قولا صحيحا و آفته من الفهم السقيم

    Berapa banyak orang yang mencela ucapan yang benar ????

    Sebabnya karena pemahaman yang salah/buruk

    Dakwah Salafiyah memang tidak mau terjun ke kancah politik sekarang yang penuh dengan kekotoran, kemunafikan dan kekufuran. Bahkan dakwah Salafiyah menyakini diantara politik (sekarang) adalah meninggalkan politik. Dakwah Salafiyah hanya ingin politik Islam yang murni, bukan seperti mereka yang dahulunya mengatakan ‘tidak ada hukum selain hukum Allah’ dan ‘barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia kafir’ tapi ketika mereka sudah masuk ke kancah polotik atau parlemen dia lupa dengan ucapannya tadi, dia disumpah dengan selain hukum Allah, dia ridho Islam jadi barang dagangan yang bisa ditawar di pasar parlemen, diapun tidak sadar telah berhukum dengan selain hukum Allah, bercampur baur/ikhtilat dengan lawan jenis dan lain-lain dari kemungkaran. [مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ] Artinya : “Mengapa kamu (berbuat demikian) bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” [QS Al-Qolam 36].

    Apakah ini cara mendirikan khilafah Islamiyah ??? Apakah mereka ingin menghalalkan segala cara untuk tujuan yang mulia ??? Jika ya, (dan inilah fakta yang ada), maka alangkah serupanya mereka dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang yahudi yang mendirikan kaidah “Al-Ghoyah tubarrirul wasilah”/tujuan itu menghalalkan segala cara, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya : [وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ ءَامِنُوا بِالَّذِي أُنْزِلَ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا ءَاخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ] Artinya : “Berimanlah (perlihatkan keimanan) dengan apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman pada permulaan siang dan ingkarilah ia apada akhirnya supaya orang-orang beriman kembali kepada kekafiran” [QS Ali Imron 72].

    Dakwah Salafiyah bukan mengingkari tujuan kalian yang mulia untuk mendirikan khilafah islamiyah, tapi dakwah Salafiyah mengingkari cara/metode kalian yang salah. Kita (dakwah Salafiyah) mengingkari dzikir berjamaah, bukan berarti kita melarang dzikir, tapi kita mengingkari caranya yang tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah . Rasulullah  bersabda : [من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد] Artinya : “Barangsiapa yang melakukan suatu amal ibadah yang tidak sesuai dengan sunnahku maka amal tersebut tertolak” [HR Muslim]. Hadits ini bukan hanya berkaitan dengan ibadah ritual seperti shalat, puasa haji dll, tapi umum mencakup segala permasalahan agama semisal dakwah dan jihad.

    Dari Sa’id bin Musayyib v bahwasanya beliau melihat seseorang yang shalat setelah terbit fajar lebih dari 2 rakaat dan dia memperbanyak ruku’ pada shalatnya tersebut, maka Sa’id bin Musayyib pun melarangnya. Lalu orang tersebut berkata : ‘Wahai Aba Muhammad, apakah Allah akan mengadzabku karena shalatku ?’ Sa’id bin Musayyib berkata : ‘Tidak, tapi Allah mengadzabmu karena engkau menyelisihi sunnah’ [HR Baihaqi dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam ‘Irwa’ul Gholil’ 2/236]. Jika engkau ingin tahu bagaimana politik yang diinginkan dakwah Salafiyah, baca “As-Siyasah Al-Lati Yuriiduhas Salafiyyun” oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman – حفظه الله -. Dan perlu diketahui bahwa Salafiyah tidaklah mencela mereka yang selalu mencaci maki, melaknat dan mendemo para penguasa, melainkan dalam rangka mengikuti jejak ulama salaf seperti Imam Al-Barbahari yang mengatakan dalam kitabnya “Syarhus Sunnah” hal 212 (beserta syarah/penjelasan Syaikh Ahmad An-najmy) : “Jika engkau melihat ada seseorang yang melaknat (mencaci-maki/mencela -pent) penguasa maka ketauhilah dia adalah pengekor hawa nafsu..”.Kalau kau – Fauzan Al-Anshori – ingin tahu cara salafiyun dalam bermuamalah (amar ma’ruf dan nahi ‘anil mungkar) kepada penguasa coba baca “Mu’amalatul Hukkam Fii Dho’ii Kitab was Sunnah” oleh Syaikh Abdussalam Barjas v.

    Syubhat/tuduhan

    3. Menihilkan jihad. Ta’thil (menihilkan) jihad, itulah salah satu (sifat gerakan) salafiyyun……..…

    Bantahan

    Wahai Fauzan Al-Anshori dan yang serupa denganmu, semakin kau berceloteh semakin kau tambah dusta dan dosamu. Takutlah akan siksaan Allah dan dari sifat kemunafikan. Seorang muslim -Insya Allah- jika masih ada keimanan dalam dirinya maka semangat untuk berjihad meninggikan kalimat Allah tentulah masih berkobar dalam hatinya. Mungkin engkau Fauzan Al-Anshori tidak tahu ucapan para ulama dan masyayikh dakwah Salafiyah tentang jihad, oleh karenanya simak ucapan mereka ini :

    Samaahatusy Syaikh Bin Baz v berkata : “Sesungguhnya jihad fii sabiilillah termasuk semulia-mulianya ibadah dan seagung-agungnya ketaatan. Jihad adalah suatu hal yang layak untuk kaum muslimin berlomba-lomba didalamnya. Semua itu, karena dampak positif yang ditimbulkannya yaitu dapat menolong kaum mukminin, meninggikan kalimat Allah, membasmi orang-orang kafir dan munafik, membuka jalan bagi dakwah islamiyah diseantero dunia, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, menebarkan kebaikan-kebaikan islam dan hukum-hukumnya yang adil diantara makhluk dan lain-lain dari kebaikan yang banyak sekali bagi kaum muslimin” [Majmu Fatawa wa Moqoolaat Mutanawi’ah 18/61-62].

    Syaikh Sholeh bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan – حفظه الله – berkata : “Sesungguhnya jihad di jalan Allah termasuk kewajiban yang mulia, dia adalah penegak agama seperti yang disabdakan Nabi ….” [Al-Jihad An waa’uhu wa ahkaamuhu oleh Syaikh Fauzan hal 1].

    Syaikh Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr – حفظهما الله – berkata : “Sesungguhnya jihad dijalan Allah termasuk seutama-utama yang diperintah dalam syariat dan semulia-mulia ibadah. Para ulama terdahulu dan sekarang sangat memperhatikan satu hal ini, bahkan sebagian mereka ada yang menyendirikan masalah ini dalam karangan-karangan mereka yang lebih dari 30 kitab diantaranya “Al-Jihad” oleh Abdullah bin Mubarok, “Al-Jihad” oleh Ibnu Abi ‘Ashim, “Al-Jihad” oleh Ibnu ‘Asaakir……..” [Al Quthuf Al-Jiyaad min Hikami wa ahkaamil jihad oleh Syaikh Abdurrozzaq hal 3].

    Syaikh Muhammad Musa Alu Nash – حفظه الله – berkata : “Jihad adalah tulang punggung islam yang tidak diperselisihkan lagi oleh kaum muslimin. Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi  yang menyeru kepada jihad sangatlah banyak sekali. Akan tetapi jihad memiliki kaidah-kaidah, syarat-syarat dan caranya. Salafiyyun tidak mau berperang dibawah bendera fanatik jahiliyah, Karena jihad tidaklah disyariatkan melainkan untuk menegakkan syariat Allah. [حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ]. ‘Hingga tidak ada lagi fitnah dan agama ini semuanya untuk Allah’ [QS Al-Anfal 39]. Harus ada imam dalam berjihad, harus ada bendera islam, pendidikan tentang jihad, serta persiapan dan bekal. Jihadnya salafiyyun didasari oleh ilmu dan tujuan yang jelas. Ketika telah berkibar bendera jihad (yang syar’i) dan jelas tujuannya maka salafiyyun tidak pernah ketinggalan. Bumi Palestina, Cechnya, Afghanistan, Balkan, Kasmir sebagai saksi disisi Allah akan jihadnya salafiyyun” [Maadza Yangumuuna Minas Salafiyah oleh Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr hal 85].

    Syaikh Muhammad bin Ibrohim Syuqroh berkata pada awal bab jihad : “Jihad merupakan benteng Allah yang kokoh, tali agama yang kuat, tulang punggung islam tertinggi dan penjaga bagi tauhid”. Kemudian beliau mengatakan pada hal 192 : “Jihad adalah istilah islam yang murni. Apabila disebutkan (jihad) disebutkan pula kata sabar, pengorbanan, kesungguhan dan harapan untuk mendapat 1 dari 2 kebaikan, pertolongan atau mati syahid. Dan kedua hal tersebut merupakan jalan bagi kemuliaan didunia dan diakherat. Dan barangsiapa yang mati sedang dia tidak berjihad serta tidak ada bisikan jihad dalam hatinya maka jika dia mati, matinya dalam keadaan jahiliyah. ‘Iyaadzan billahi”.

    Apakah ini yang kau tuduhkan kepada kami (dakwah Salafiyah) ??? Apakah ucapan-ucapan diatas menihilkan jihad??? Kemanakah larinya akal dan hatimu wahai Fauzan Al-Anshori -semoga Allah membalas segala kedustaanmu didunia dan akherat nanti- ??? Cobalah engkau buka penglihatanmu untuk membaca buku-buku dakwah Salafiyah hingga kau tidak buta terhadapnya dan mungkin Allah memberi hidayah kepadamu lewat buku-buku tersebut !!! Sekali lagi, baca dan pahami dengan baik !!!

    Adapun ucapan Syaikh Muhammad Ibrohim Syuqroh yang kau jadikan pegangan dalam menuduh bahwa dakwah Salafiyah menihilkan jihad maka sebenarnya beliau telah menjelaskan maksudnya yang Fauzan Al-Anshori tidak mau membacanya atau pura-pura bodoh atau Fauzan Al-Anshori sengaja memotong-motongnya seperti yang dilakukan sebelumnya. Tapi memang, “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang didalam dada” [QS Al-Hajj 46].

    Syaikh Muh. Ibrahim Syuqroh mengatakan dalam [“Hiyas Salafiyah Nisbatan wa Aqidatan” hal 202-203 : “Janganlah pembaca memahami bahwa aku menihilkan kewajiban jihad pada saat ini sedangkan umat dalam keadaan terpuruk dan terhina serta dilanda bencana yang membinasakan. Umat ini secara keseluruhan merasakan pahitnya keadaan yang memotong-motong usus, membakar wajah dan meleburkan hati !!

    Sesungguhnya kalau ada orang yang menihilkan kewajiban jihad selama-lamanya berarti dia telah menuangkan kepada dirinya sendiri siksaan yang pedih. Tapi disana ada perbedaan yang sangat jauh sekali, antara orang yang menihilkan jihad (selama-lamanya) dengan orang yang mengatakan wajibnya mempersiapkan (jihad) dengan persiapan yang benar, meskipun harus membutuhkan waktu yang panjang, karena jihad merupakan perwujudan dari firman Allah [وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ] Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya sedang Allah mengetahuinya” [QS Al-Anfal 60]. Barangsiapa yang merenungi ayat diatas hampir-hampir dia akan mengatakan wajibnya menahan diri dari berjihad hingga memiliki persiapan yang matang -dan terkadang bentuk I’dad (menahan diri) itu dengan tidak ber i’dad-. Karena maksud dari i’dad itu sendiri adalah menggentarkan musuh Allah dan musuh kaum muslimin. Jika i’dad tersebut belum bisa matang dan belum bisa menggentarkan hati-hati mereka serta tidak menggoncangkan singgasana serta kestabilan mereka maka ini bukanlah i’dad yang diperintahkan. Jika tidak demikian maka apalah artinya firman Allah [تُرْهِبُونَ] ‘kamu menggentarkan musuh Allah’. Dan i’dad haruslah dengan hal-hal yang disyariatkan (5) [Bukan dengan cara bom bunuh diri atau meledakkan fasilitas umum atau membunuh manusia yang tidak berhak untuk dibunuh, seperti yang dilakukan oleh sebagian orang-orang gerakan (tikus) bawah tanah yang [لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِي مِنْ جُوع] Artinya : ” yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS.Al-Ghoosyiyah : 7). Coba kau baca “As-Salafiyyun wa qodhiyatu falestiin” oleh Syaikh Masyhur bin Hasan, “Al-irhab wa atsaruhu fil afrod wal ummah” oleh Syaikh Zaid bin Hadi Al-Madkholi dan “Fatawa aimmah fin nawaazil al-mudlahimmah” oleh Syaikh Muhammad bin Husein Al-Qohthooni.] yang dapat mewujudkan tujuan semula…”. Dan pada halaman sebelumnya beliau juga mengatakan (hal 196-197) : “Allah  tidaklah memerintahkan umat ini berjihad untuk memberatkan mereka. Jihad termasuk perintah syariat yang juga tercakup dalam (kaidah) firman Allah Ta’ala : “Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan yang dia sanggupi”. Jika umat belum mampu untuk menegakkan jihad karena ketiadak adanya pemimpin (kholifah) yang mengibarkan bendera jihad serta menyeru dan memimpin pasukan, maka jihad termasuk kewajiban yang belum bisa dilaksanakan dan tidaklah berdosa umat ini jika belum bisa melaksanakannya kecuali kalau ada yang ridho (meninggalkan jihad selama-lamanya). Tidaklah yang diwajibkan melainkan menghadirkan niat dan berjihad jika telah datang saatnya…”.

    Sedemikian jelasnya ucapan Syaikh Muhammad Ibrahim Syuqroh, tapi kalau hawa nafsu telah mendarah daging, mata dan telinga bisa tertutup dan terkunci. Dan yang dimaksud jihad oleh Syaikh Muhammad Ibrahim Syuqroh disini adalah jihad tholab/menyerang bukan difa’/membela diri -wallahu ‘alam-. Orang yang masih punya akal tidak akan mungkin menyeru kaum muslimin untuk berjihad (tholab) tanpa ada persiapan dan bekal yang cukup. Nabi  selama 13 tahun berdakwah di kota Mekah bersama para sahabatnya. Mereka selalu mendapat gangguan bahkan sebagian mereka terbunuh dijalan Allah. Tapi karena belum ada kemampuan dan persiapan yang cukup, Allah pun tidak mewajibkan mereka berjihad bahkan Allah memerintahkan mereka untuk berhijrah. Mungkin inilah yang mendasari fatwa Syaikh Al-Albani v yang menyeru penduduk muslim Palestina berhijrah. Bukan untuk menyerahkan Palestina kepada Yahudi -semoga Allah membinasakan mereka- secara percuma seperti yang Fauzan Al-Anshori anggap dan tuduhkan. Jika ini yang Fauzan Al-Anshori tuduhkan, beranikah engkau Fauzan Al-Anshori menuduh Rasulullah  dan para sahabatnya telah menyerahkan bumi Mekkah (yang lebih mulia dari Palestina) ketangan kafir Quraisy secara percuma ? Apakah dengan Rasulullah  dan para sahabatnya berhijrah dari Mekah berarti mereka tidak berjihad ? Jihad bukan hanya modal semangat tapi harus juga pakai ilmu dan otak.

    Perlu engkau – Fauzan Al-Anshori – ketahui bahwa hijrah seperti jihad tak akan pernah terputus sampai hari kiamat kelak sebagaimana sabda Nabi  : “Tidak akan terputus hijrah hingga terputusnya taubat dan tidak akan terputus taubat hingga terbit matahari dari barat” [HSR Abu Daud 2479]. Dan hijrah termasuk salah satu bentuk I’dad, seperti yang dilakukan oleh Nabi  di Medinah. Imam Nawawi v mengatakan dalam “Roudhotut tholibin” 10/282 : “Seorang muslim apabila dia dalam keadaan lemah dinegri kafir, dia tidak dapat menampakkan agamanya maka diharamkan baginya tinggal disana dan wajib baginya untuk hijrah ke negri islam…”. Agar engkau lebih jelas -wahai Fauzan Al-Anshori – dan tidak buta tentang masalah hijrah yang merupakan salah satu tahapan jihad, maka bacalah “Al-Fashl al-mubiin fii mas-alatil hijroh wa mufaaroqotil musyrikiin” oleh Syaikh Husein Al-Awaayisyah – حفظه الله -. Tidakkah orang yang melarang penduduk muslim Palestina berhijrah membaca firman Allah  : [إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا(97)إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا] Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).” [QS. An-Nisaa’ : 97-98]. Imam Ibnu Katsir v menafsirkan ayat diatas dengan ucapan beliau : “Ayat ini turun kepada setiap orang yang tinggal ditengah-tengah orang-orang musyrik sedangkan dia (sebenarnya) sanggup untuk berhijrah dan dia tidak dapat menampakkan agamanya, maka dia telah mendzolimi dirinya sendiri dan dia telah melakukan suatu yang haram secara ijma’ maupun menurut ayat ini” (Tafsir Al-Qur’anil ‘Adzim 1/708).

    Apakah mereka yang mengharamkan penduduk muslim Palestina berhijrah tidak tahu bahwa kaum muslimin disana semakin dicabik-cabik kehormatan diri mereka, keluarga, dan agama mereka ??? Berapa banyak wanita-wanita lemah dirampas kesucian mereka dan anak-anak kecil yan menjadi sasaran kebiadaban Yahudi – قاتلهم الله -, masihkah kau – Fauzan Al-Anshori – memerintahkan mereka terus menjadi korban ?? kau – Fauzan Al-Anshori – dengan enak menggembar-gemborkan jihad diantara istri-istri dan anak-anakmu, tapi mereka…!! Bayangkan jika istri dan anak serta kedua orang tuamu ada disana !!! (6) [Apa yang kami utarakan tentang hijrah diatas merupakan nukilan secara ringkas dan dengan sedikit tambahan dari “Salafiyyun wa qadhiyatul falestiin-As” oleh Syaikh Masyhur bin Hasan حفظه الله hal. 18-37.]

    Engkau – Fauzan Al-Anshori – dan yang semisal denganmu yang selalu menggembar-gemborkan jihad, kenapa engkau sendiri dan teman-temanmu tidak pergi saja sekarang ke Palestina atau Iraq ??? Pergi ke Iraq atau Palestina mungkin lebih baik bagimu dari pada kau berdusta dan menyesatkan kaum awam di Indonesia !!! Kau menggembar-gemborkan jihad dan menyalahkan para ulama tanpa bukti yang nyata, sedangkan engkau sendiri tertawa bersama istri-istri dan sanak kerabatmu …apakah ini yang dikatakan orang tong kosong nyaring bunyinya ??? Ya Allah, jadikanlah kami pejuang-pejuang agamamu yang selalu berpegang dengan ajaran Rasul dan para sahabat, hidupkan serta wafatkan kami diatas sunnah dan manhaj salaf .

    Syubhat/tuduhan

    Untuk kepentingan siapa Syaikh mereka Rabi’ Al-Madkholi mengarahkan meriam takfir (pengkafiran) kepada Sayid Quthub yang aktif mengkritik pemerintahan sekuler ?

    Bantahan :

    Coba buktikan kepada kami kalau Syaikh Rabi’ mengkafirkan Sayid ??? Syaikh Rabi’ hanya mengungkap kesesatan-kesesatan Sayid dengan bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang nyata, seperti dalam “Mathoo’in sayyid quthub fii ashaaabi Rasulillah ” dll. Semua itu beliau lakukan untuk kepentingan islam dan kaum muslimin agar mereka tidak terpedaya dan tertipu oleh Sayid yang sesat dan menyesatkan. Tidak tahukah engkau Fauzan Al-Anshori bahwa idolamu Sayid yang aktif mengkritik pemerintahan sekuler, dia juga aktif mengkritik dan mencela sahabat Nabi , bahkan dia berani mencela seorang Nabi Allah yaitu Musa  ??? Mau bukti, coba simak dan renungkan ucapan idolamu ini : “Kita ambil Musa sebagai contoh pemimpin yang cepat naik pitam…” [“At-tashwir al-fanni fil Qur’an” hal 200]. Dia juga mengatakan : “Ketika Mu’awiyah dan temannya memilih jalan kedustaan, kecurangan, penipuan, kemunafikan, suap dan membeli kehormatan, maka Ali tidak dapat melakukan perangai yang buruk ini. Oleh karenanya, tidak heran kalau Mu’awiyah dan teman-temannya berhasil sedang Ali gagal, tapi kegagalan ini lebih mulia dari semua kesuksesan” [“Kutubun wa syakhshiyaat” hal.242]. Ini masih sebagian dari kesesatan idolamu, kalau kau mau Fauzan Al-Anshori, kami -insya Allah- dapat menjelaskan lebih terang lagi berbagai macam kesesatannya.

    Jadi mana yang kau bela wahai Fauzan Al-Anshori, sahabat Nabi  atau yang mencela mereka ??? Apakah salah jika Syaikh Rabi’ – حفظه الله – membela para sahabat ? Ya, beginilah akhir zaman yang penuh dengan keajaiban, yang ma’ruf dikatakan mungkar dan yang mungkar dikatakan ma’ruf. Alangkah benarnya ucapan seorang penyair :

    الله أخر موتتي فتأخرت حنى رأيت من الزمان عجائب

    Allah mengakhirkan kematianku hingga aku

    melihat zaman ini penuh dengan keajaiban

    Sikap membela sahabat dan mencela para pencela sahabat adalah warisan para ulama salaf kita. Tidakkah kau pernah membaca ucapan Imam Abu Zur’ah Ar-Roozi v : “Apabila anda melihat seseorang mencela salah satu sahabat Rasulullah  maka ketahuilah bahwa dia itu zindiq, karena Rasulullah  menurut kami adalah benar dan Al-Qur’an itu benar. Sesungguhnya yang menyampaikan Al-Qur’an dan hadits kepada kita adalah para sahabat Rasulullah . Mereka (yang mencela para sahabat) hanyalah ingin mencela para saksi kita untuk membatalkan Al-Qur’an dan sunnah, padahal celaan itu lebih pantas untuk mereka dan mereka adalah orang-orang zindiq” [Al-Kifaayah fii ‘ilmil riwaayah oleh Al-Khotib Al-Baghdadi hal.67]. Imam Al-Barbahaari v berkata dalam “Syarhus sunnah” hal 50 no.104 : “Apabila engkau melihat seseorang mencela para sahabat Rasulullah  maka ketahuilah bahwa dia itu pemilik ucapan yang jelek dan pengekor hawa nafsu”.

    Syubhat/tuduhan

    4. Cuek dengan nasib umat islam….

    Bantahan :

    Sesungguhnya waqi’/kenyataan atau realita umat yang pahit ini tidaklah tersembunyi bagi yang masih melihat dengan kedua matanya dan tidaklah ada yang jahil terhadapnya melainkan yang buta mata dan hati. Realita umat yang pahit ini merupakan dampak negatif maksiat dan jauhnya umat ini dari agama Allah yang murni (7) [“Maadza yanqumuuna minas Salafiyah” oleh Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr hal.71] terutama dari tauhid dan sunnah Nabi . Maka tidak ada jalan lain untuk mengatasi realita umat yang pahit dan getir ini melainkan dengan Tashfiyah dan Tarbiyah, hal ini berdasarkan sabda Nabi  : “Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah (sejenis riba -pent), kalian mengambil ekor-ekor sapi dan ridho dengan persawahan serta kalian tinggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian yang tidak akan dicabut hingga kalian kembali kepada agama kalian (yang murni)” [HSR Abu Daud].

    Didalam hadits ini Nabi  tidak mengatakan jalan keluarnya adalah kalian kembali kepada jihad saja, tapi kembali ke agama (yang murni) dalam segala bidangnya terutama tauhid sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nuur 55[ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ] Artinya : “ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. “

    Bagaimana mungkin umat ini dapat menang dalam berjihad melawan orang-orang kafir sedang mayoritas mereka masih tenggelam dalam kesyirikan, kebid’ahan, khurafat dan maksiat ??? Oleh karenanya diperlukan Tashfiyah (pemurnian umat dari semua hal diatas) dan Tarbiyah (mendidik umat dengan islam yang murni). Inilah perhatian dakwah Salafiyah terhadap umat, menyeru mereka kepada fiqhul kitab dan sunnah, bukan dengan fiqhul waqi’ (mengamati realita umat dengan baca koran, majalah, mendengar radio, melihat TV) seperti yang kalian banggakan. Dan inilah fiqhul waqi’ yang ditolak/ditiadakan oleh Syaikh Muhammad Ibrohim Syuqroh. Tidakkah engkau – Fauzan Al-Anshori – tahu bahwa istilah fiqhul waqi’ yang sering kalian dengungkan tidak pernah digunakan oleh para salafush sholeh. Istilah tersebut adalah istilah baru dalam agama (bid’ah). (8) [Buletin yang berjudul “Fiqhul waqi'” oleh Syaikh Sholeh bin Abdul Aziz Alu Syaikh – حفظه الله -] Yang ada pada mereka (salafush sholeh) adalah fiqhul kitab, fiqhul sunnah, fiqhul akbar dll. Oleh karena engkau -Fauzan Al-Anshori- bergelut dengan fiqhul waqi’ maka engkau jauh dari kitab-kitab ulama salaf dan buta terhadap kebenaran dakwah Salafiyah. Waktumu habis dengan koran, siaran radio, TV, internet dll, maka bertakwalah kepada Allah akan dirimu !!! Tidakkah Fauzan Al-Anshori tahu bahwa media masa tersebut milik musuh-musuh islam yang tanpa sadar engkau terbius dan teracuni oleh kabar-kabar mereka. Kalian mendakwahkan sebagai orang yang tahu fiqhul waqi’, padahal engkau – Fauzan Al-Anshori – dan cs mu adalah orang yang paling bodoh dengan fiqhul waqi’. Insya Allah, kita akan bahas lebih lanjut masalah fiqhul waqi’ ini dalam majalah “Adz-Dzakhiroh” pada edisi mendatang.

    Syubhat/tuduhan

    Inilah gambaran sekilas latar belakang pemikiran gerakan sesat Murjiah extrim, yang hari ini dengan bangga menggelari dirinya sebagai gerakan dakwah Salafiyah.

    Bantahan :

    Tahukah engkau wahai Fauzan Al-Anshori -semoga Allah membalas segala kedustaan dan tuduhan batilmu- apakah gerakan sesat murjiah extrim itu ? Apakah seperti Syaikh Ali bin Hasan, Salim bin Ied Al-Hilali, Masyhur bin Hasan, Muhammad bin Musa Alu Nashr, Husein Al-’Awaayisyah – حفظهم الله – yang mereka semua mengatakan : “Iman adalah keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan dan perbuatan dengan anggota badan dan bahwasanya amal dengan segala macamnya (amalan hati dan anggota badan) termasuk dari iman… dan bahwasanya iman itu bisa bertambah dengan ketaatan hingga mencapai puncaknya dan iman bisa berkurang dengan kemaksiatan hingga bisa sirna dan tidak tersisa sedikitpun…” (9) [“Mujmal masaailil iman al-‘ilmiyah…”hal 14. dan ucapan serupa juga disampaikan oleh Syaikh Al-Albani dalam Syarh wa ta’liq terhadap Aqidah Thohawiyah hal.62.] termasuk murjiah ??? Apakah engkau Fauzan Al-Anshori buta dengan ucapan salaf tentang murjiah ? Pernahkah kau membaca ucapan Imam Al-Barbahaari v dalam “Syarhus sunnah” hal 132-133 : “Barangsiapa yang mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang, maka dia telah keluar dari irja’ (murjiah) awalnya hingga akhirnya” dan ucapan Imam Ahmad v tentang orang yang mengatakan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang, beliau mengatakan : “Orang itu telah terlepas dari irja’ ” [“As-Sunnah” oleh Al-Khollal 3/581]. Apakah setiap orang yang tidak mengkafirkan penguasa muslim dikatakan murjiah ? Apakah setiap orang yang tidak meledakkan tempat-tempat umum dikatakan murjiah ? Apakah yang tidak ikut dengan Fauzan Al-Anshori dikatakan murjiah ? Tidakkah engkau Fauzan Al-Anshori yang mengatakan sendiri : “Vonis-vonis keras kepada seseorang atau kelompok Islam yang berada diluar arus mereka” ??? apakah tuduhan murjiah kepada dakwah salafiyah bukan vonis ??? Sadar dan bertaubatlah engkau wahai Fauzan Al-Anshori kejalan kebenaran (dakwah Salafiyah) sebelum ajal tiba !!!! Pahamilah bantahan/nasehat kami dengan mata terbuka dan lapang dada, jika engkau tidak paham juga, maka kami hanya bisa mengatakan seperti apa yang dikatakan seorang penyair :

    علي نحت القفافي من معادنها و ما علي إن لم تفهم البقر

    Tugasku adalah mengukir bait-bait syair dari sumbernya

    Dan bukanlah tugasku jika sapi itu tidak paham

  5. *Wahabi menisbahkan manhaj nya mengikuti Rasulullah dan Shahabat. Namun ajarannya lebih banyak merujuk ke Ibnu Taymiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Albani, Utsaimun, Bin Baz, dan sejenisnya.

    *Merujuk AlQuran dan AsSunnah dengan pemahaman sendiri, sehingga menafsirkannya ‘aneh2’.

    *Wahabi = Pemegang estafet dakwah Nabi ???

    *Taqlid Buta : Membela mati2an Fatwa Masyaikh Wahabi bahwa Bumi itu Hampatan yang datar. Walaupun ia seorang mahasiswa ITB???

    Orang Islam / ‘jemaah Islam’ lainnya dibilang PENDUSTA, PENGECUT, TIKUS, SAPI

  6. “Beberapa waktu yang lalu terbit sebuah kitab berjudul Al-Majruhwn indal Imam Wadi’i, kitab ini disusun oleh seorang pengajar di Darul Hadits Dammaj bernama Adil As-Siyagi. Isinya adalah kumpulan ucapan-ucapan dan tulisan-tulisan Syaikh Muqbil bin Hady terhadap Ahlul Bid’ah .
    Berikut ini sedikit cuplikan kecil dari kitab tersebut, tentang mereka yang dijarh oleh Imam Wadi’i :

    USAMAH BIN LADEN
    •Termasuk orang yang tertipu lagi terkelabui
    •Saya berlepas diri dari Usamah bin Laden, dia seorang laki-laki penumpah darah.
    •Tidak selayaknya ilmu itu diambil dari Usamah bin Laden, Mis’ari atu selain keduanya. Tetapi ilmu itu diambil dari para ulama semisal Syaikh bin Baaz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Rabi’, Syaikh Fauzan dan semisal mereka ini yang memiliki keutamaan

    HASAN AL BANNA
    •Termasuk Imam dari kalangan Imam-imam Ahlul Bid’ah
    •Seorang yang menyimpang, ahlul bid’ah. Karena sesungguhnya dia pernah melakukan thawaf di kuburan sebagaimana yang telah shohih perkara itu darinya dan saya juga telah diberi kabar tentangnya, bahwa dia menghadiri perayaan maulid nabi.

    HASAN AT-TUROBI
    •Semoga Allah melumuri wajahnya dengan tanah, dia adalah setan. Dia seorang yang menentang, meyimpang, menyelisihi. Seandainya ada seseorang yang mengkafirkannya tentu kami tidak akan mengingkarinya.
    •Dia banyak membantah hadits-hadits yang shohih, yang tidak ada yang membantahnya kecuali seorang yang menyimpang (dari Al-quran dan Sunnah)
    •Dia mengatakan : “Hadits-hadits dalam shohih Bukhori butuh untuk diteliti”

    SAFAR AL-HAWALI
    •Dia berloyalitas kepada Ahlul Bid’ah
    •Mubtadi’ yang ghuluw
    •Dia membolehkan pemilu
    •Tidak dibutuhkan kaset dan pelajaran-pelajarannya

    SALMAN AL-AUDAH
    •Dia berloyalitas kepada Ahlul Bid’ah
    •Tidak dibutuhkan kaset dan pelajaran-pelajarannya

    SAYYID QUTHB
    •Termasuk Imam dari kalangan Ahlul Bid’ah
    •Dan sungguh telah dijumpai pada kitab Sayyid Quthb dalam (tafsir) surat Al-Hadid dan tafsir ayat Qul Huwallahu Ahad sesuatu yang mengharuskan dia berpendapat tentang wihadtul Wujud (bersatunya dzat mahluk dengan Dzat Allah)

    ABDULLAH AZZAM
    •Ahlul Bid’ah, tidak mementingkan Sunnah dan sesungguhnya dia adalah seorang hizby tulen, adapun mengenai pengkafirannya maka kita tidak mengkafirkannya.
    •(Dia seorang) da’i besar, betapa baiknya dai yang besar . Akan tetapi dia seorang yang menyeru kepada kesia-siaan.

    ABDURROHMAN ABDUL KHOLIQ
    •Semoga Allah tidak membalas dia dengan kebaikan, dahulu dia adalah seorang salafy, kemudian dia menjadi salfaty. Karena sesungguhnya dia telah berpendapat dengan bolehnya pemilu sedangkan pemilu itu sendiri bagian dari demokrasi.
    •Dialah yang memecah belah barisan Ahlus Sunnah di Yaman, Sudan, Jeddah sampai di Indonesia. Abdurrahman pergi kemudian tidaklah dia kembali kecuali dengan membawa bala.

    MUHAMMAD GHOZALI
    •Orang yang sesat (menyimpang), seorang yang membuat kerancuan, tidak bisa dijadikan rujukan. Dia berpaling dari ilmu, dia menjijikkan dan kitab karangannya adalah kitab yang sesat. Dia seorang Dai besar yang mengajak kepada kesesatan dan kitab-kitabnya seperti Majalah.

    MUHAMMAD BIN SURUR
    •Dahulu dia adalah seorang yang istiqomah di awal keadaannya. Kemudian dia sekarang menjadi termasuk pimpinan Ahlul Bidah, dia melecehkan Ahlul ilmi dan dia tidak mengikatkan dirinya dengan dalil-dalil. Dan sungguh bukan hanya satu orang yang telah membantahnya dan selayaknya umat diperingatkan darinya.

    MUHAMMAD ABDUH AL MISHRI
    •Dia seorang tokoh besar kesesatan, benar dia adalah seorang Mujaddid akan tetapi pada kesesatan dan dia adalah seorang penolong bagi mazhab Mu’tazilah.

    MOAMMAR KHADAFI
    •Semoga Allah menimpakan bala bagi dia dia adalah pengarang kitab Al-Akbar. Dia berkata bahwa Hajar Aswad adalah Khurofat dan Thawaf di Kabah adalah penyembahan kepada berhala dan selain dari itu dari ucapan-ucapannya (yang sesat.)
    •Dan sesungguhnya dia mengatakan surat Al-Kahfi bukan termasuk dari Al-Qur’an

    YUSUF QORODHAWI
    •Semoga Allah menggunting kedua bibirnya
    •Qordhawi adalah seorang yang menggunting ulama
    •Engkau telah kafir wahai Qordhowi atau engkau telah mendekati kekafiran
    •Dia mengatakan : “Kami tidak berperang dengan Yahudi dikarenakan permasalahan Islam akan tetapi dikarenakan mereka menjajah negeri kami”

    ABUL HASAN AL-MISHRI
    •Dia adalah seorang yang cenderung kepada uang
    •Dalam diri ini (Syaikh Muqbil) terdapat sesuatu yang berkaitan dengannya
    •Saya mengkhawatirkan dakwah kami dari Abul Hasan

    ABUL A’LA AL-MAUDUDI
    •Dia adalah seorang yang tertuduh bahwa pada dirinya termasuk dari pembela Syi’ah

    KHOMEINI
    •Dia telah kafir, maka hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak kafir. Karena sesungguhnya dia mengatakan dalam kitabnya Al-Hukumat : “Sesungguhnya imam-imam kami (Imam-imam Syia’h) kedudukannya tidak ada yang bias mencapainya walaupun oleh seorang nabi yang diutus Allah atau malaikat yang memiliki kedekatan dengan Allah”

    ALI AKBAR RAFSANJANI
    •Dia Rafidhah pendosa, maka jangan tersamarkan atas kita (pemahaman) Rafidhah, maka sesungguhnya kita tidak ridho bahwa Rafidhah dianggap bagian dari Islam.

    IKHWANUL MUSLIMIN
    •Dakwah Ikhwanul Muslimin adalah dakwah campuran. Di dalamnya tedapat sufi, Syi’ah, Sunni dan orang-orang yang fasiq dan di dalamnya terdapat orang-orang yang kolot dan juga mata-mata.

    JAMAAH TABLIGH
    •Jama’ah Tabligh adalah Jama’ah Ahlul Bid’ah, janganlah seseorang tertipu dengan Jamaah ini.

    JAMA’AH TAKFIR
    •Jama’ah Takfir adalah Jama’ah yang sesat maka kami nasehatkan kepada saudara-saudara kami untuk memperingatkan umat dari mereka dan agar umat mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang sesat.

    JAMA’ATUL JIHAD
    •Berhati-hatilah wahai para pemuda, maka perkara ini adalah tipu daya sejak zamannya Sayyid Quthb dan Hasan Al Banna. Mereka menyerukan Jihad fi Sabilillah kemudian para pemuda memasuki organisasi mereka

    HIZBUT TAHRIR
    •Mereka mengingkari adzab kubur dan keluarnya Dajjal (di akhir zaman) Mereka tidak mementingkan mengajarkan keutamaan akhlak dan ilmu.

    SUFI
    •Sufi dari sisi pemahamannya termasuk dari pemahaman bid’ah. Akan tetapi diantara orang-orang yangberada di dalamnya ada yang menjadikan dirinya sebagai sesembahan (selain Allah). Sampai-sampai Abu Yazid Al-Busthani mengatakan : “tidak ada dalam jubah ini (jubah yang dia pakai) kecuali Allah”.

    SYI’AH DAN RAFIDHAH
    •Mereka adalah manusia yang paling jauh, sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan mereka sebagai manusia yang paling jauh dari akal dan pendalilan
    •Rafidhah membenci sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, maka pada diri-diri mereka terdapat kemiripan dengan orang-orang kafir.

    SEMUANYA SALAH KECUALI AI !!!

  7. EMPAT IMAM MADZHAB SEPAKAT BAHWA ALLAH BERADA DI ATAS LANGIT

    Admin: Salah Tempat

    Oleh : Hey Yana Ajah

    Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.Saudaraku se iman dimanapun engkau berada semoga senantiasa mendapat penjagaan Allah Ta’ala. Pada kesempatan kali kita akan membahas pembuktian mengenai aqidah Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Yang kita utarakan nanti adalah perkataan empat imam madzhab mengenai ideologi tersebut. Kita dapat saksikan bahwa empat imam madzhab sepakat dalam hal ini dan orang-orang semacam abusalafy yang menganut aqidah Jahmiyah yang melenceng jauh dari aqidah mereka-mereka ini. Semoga Allah senantiasa memberi taufik.

    Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah

    Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,

    من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر

    “Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]

    Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,

    سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم

    Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,

    الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

    “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]

    Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit

    Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,

    الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء

    “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7]

    Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,

    جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج

    “Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,

    الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

    “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,

    الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ

    “Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]

    Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.

    Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit

    Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,

    القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد

    “Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11]

    Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya

    Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]

    Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,

    ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض

    “Apa makna firman Allah,

    وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ

    “Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14]

    مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ

    “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]

    Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”

    Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,

    قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان

    Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]

    Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,

    كيف نعرف ربنا

    “Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,

    في السماء السابعة على عرشه

    “Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,

    هكذا هو عندنا

    “Begitu juga keyakinan kami.”[17]

    Tidak Perlu Disangsikan Lagi

    Itulah perkataan empat Imam Madzhab yang jelas-jelas perkataan mereka meyakini bahwa Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Bahkan sebenarnya ini adalah ijma’ yaitu kesepakatan atau konsensus seluruh ulama Ahlus Sunnah. Lantas mengapa aqidah ini perlu diragukan oleh orang yang jauh dari kebenaran?

    Ini bukti ijma’ ulama yang dibawakan oleh Ishaq bin Rohuwyah.

    قال أبو بكر الخلال أنبأنا المروذي حدثنا محمد بن الصباح النيسابوري حدثنا أبو داود الخفاف سليمان بن داود قال قال إسحاق بن راهويه قال الله تعالى الرحمن على العرش استوى إجماع أهل العلم أنه فوق العرش استوى ويعلم كل شيء في أسفل الأرض السابعة

    “Abu Bakr Al Khollal mengatakan, telah mengabarkan kepada kami Al Maruzi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Muhammad bin Shobah An Naisaburi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Abu Daud Al Khonaf Sulaiman bin Daud. Beliau katakana, Ishaq bin Rohuwyah berkata, “Allah Ta’ala berfirman,

    الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

    “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[18]. Para ulama sepakat (berijma’) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy dan beristiwa’ (menetap tinggi) di atas-Nya. Namun Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi di bawah-Nya, sampai di bawah lapis bumi yang ketujuh.[19]

    Adz Dzahabi rahimahullah ketika membawakan perkataan Ishaq di atas, beliau rahimahullah mengatakan,

    اسمع ويحك إلى هذا الإمام كيف نقل الإجماع على هذه المسألة كما نقله في زمانه قتيبة المذكور

    “Dengarkanlah perkataan Imam yang satu ini. Lihatlah bagaimana beliau menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) mengenai masalah ini. Sebagaimana pula ijma’ ini dinukil oleh Qutaibah di masanya.”[20]

    Sanggahan: Abu Salafy Cuma Asal Nuduh

    Kami sedikit mencuplik ucapan beliau dalam postingan di blognya dengan judul “Kaum Mujassimah Berbohong Atas Nama Imam Malik”. Beliau membawakan nukilan berikut ini ketika menerangkan ucapan Imam Malik di atas.

    Ibnu Lubbân dalam menafsirkan ucapan Imam Maliki di atas mengatakan, seperti disebutkan dalam Ithâf as Sâdah al Muttaqîn,2/82:

    كيف غير معقول أي كيف من صفات الحوادث وكل ما كان من صفات الحوادث فإثباته في صفات الله تعالى ينافي ما يقتضيه العقل فيجزم بنفيه عن الله تعالى ، قوله : والاستواء غير مجهول أي أنه معلوم المعنى عند أهل اللغة ، والإيمان به على الوجه اللائق به تعالى واجب ؛ لأنه من الإيمان بالله وبكتبه ، والسؤال عنه بدعة ؛ أي حادث لأن الصحابة كانوا عالمين بمعناه اللائق بحسب وضع اللغة فلم يحتاجوا للسؤال عنه ، فلما جاء من لم يحط بأوضاع لغتهم ولا له نور كنورهم يهديه لصفات ربه يسأل عن ذلك، فكان سؤاله سببا لاشتباهه على الناس وزيغهم عن المراد.

    “Kaif tidak masuk akal, sebab ia termasuk sifat makhluk. Dan setiap sifat makhluk maka jika ditetapkan menjadi sifat –ta’ala- pasti menyalai apa yang wajib bagi-Nya berdasarkan hukum akal sehat, maka ia harus dipastikan untuk ditiadaakan dari Allah –ta’ala-. Ucapan beliau, “Istiwâ’ tidak majhûl” yaitu ia telah diketahui oleh ahli bahasa apa maknanya. Beriman sesuai dengan makna yang layak bagi Allah adalah wajib hukumnya, sebab ia termasuk beriman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya. Dan “bertanya tentangnya adalah bid’ah” yaitu sesuatu yang dahulu tidak pernah muncul, sebab di masa sahabat, mereka sudah mengetahui maknanya yang layak sesuai dengan pemaknaan bahasa. Karenanya mereka tidak butuh untuk menanyakannya. Dan ketika datang orang yang tidak menguasai penggunaan bahasa mereka dan tidak memiliki cahaya seperti cahaya para sahabat yang akan membimbing mereka untuk mengenali sifat-sifat Tuhan mereka, muncullah pertanyaan tentangnya. Dan pertanyaan itu menjadi sebab kekaburan atas manusia dan penyimpangan mereka dari yang apa yang dimaksud.”

    Diriwayatkan juga bahwa Imam Malik berkata:

    الرحمن على العرش استوى كما وصف به نفسه ولا يقال كيف ، وكيف عنه مرفوع…

    “Ar Rahmân di atas Arys beristiwâ’ sebagaimana Dia mensifati Diri-Nya. Dan tidak boleh dikatakan: Bagaimana? Dan bagaimana itu terangkat dari-Nya… “ (Lebih lanjut baca: Ithâf as Sâdah,2/82, Daf’u Syubah at Tasybîh; Ibnu al Jawzi: 71-72)

    Pernyataan di atas benar-benar tamparan keras ke atas wajah-wajah kaum Mujassimah!

    Penulis berkata, “Perkataan Imam Malik itu benar adanya. Begitu pula penjelasan dari Ibnu Lubban itu benar. Maksud perkataan mereka berdua adalah bahwa makna Istiwa’ itu sudah diketahui, sedangkan bagaimana dan hakekat Allah itu beristiwa’ itu tidak diketahui karena memang kita tidak diberitahu tentang hal tersebut. Kami khawatir abusalafy sendiri sebenarnya tidak memahami apa yang dimaksudkan oleh Imam Malik dan Ibnu Libban. Sampai-sampai dalam tulisan lain abusalafy menuduh yang bukan-bukan. Dalam tulisan lain yang abusalafy berkata:

    Itulah yang benar-benar terjadi! Mazhab Wahhabi/Salafy “ngotot” menyebarkan dan meyakinkan kaum Muslimin bahwa Allah itu berbentuk… bersemayam, duduk di atas Arsy-Nya yang dipikul oleh delapan kambing hutan atau dipikul empat malaikat yang rupa dan bentuk mereka beragam, ada yang menyerupai seekor singa dan yang lainnya menyerupai bentuk binatang lain… dan lain sebagainya dari akidah ketuhanan yang menggambarkan Allah itu berbentuk dan menyandang sifat-sifat makhluk-Nya..

    Penulis menjawab, “Siapa yang katakan bahwa sifat Allah itu dapat digambarkan bentuknya? Mana buktinya?” Beliau juga menuduh kami, “Allah duduk di atas Arsy-Nya yang dipikul oleh delapan kambing hutan atau dipikul empat malaikat yang rupa dan bentuk mereka beragam, ada yang menyerupai seekor singa dan yang lainnya menyerupai bentuk binatang lain”. Penulis menjawab, “Mana buktinya kami pernah menyatakan demikian? Dalam kitab mana? Ini sungguh tuduhan dan klaim dusta yang mengada-ada. Beliau pun tidak berani menunjukkan bukti dari tuduhan yang beliau bawakan.”

    Semoga beliau bisa membedakan menetapkan sifat Allah dan menyebutkan bagaimana hakekat sifat tersebut. Coba renungkan dengan baik-baik perkataan Ishaq bin Rohuwyah yang pernah kami bawakan di postingan pertama serial ini. Beliau rahimahullah mengatakan, “Yang disebut tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk), jika kita mengatakan, ‘Tangan Allah sama dengan tanganku atau pendengaran-Nya sama dengan pendengaranku.’ Inilah yang disebut tasybih. Namun jika kita mengatakan sebagaimana yang Allah katakan yaitu mengatakan bahwa Allah memiliki tangan, pendengaran dan penglihatan; dan kita tidak sebut, ‘Bagaimana hakikat tangan Allah, dsb?’ dan tidak pula kita katakan, ‘Sifat Allah itu sama dengan sifat kita (yaitu tangan Allah sama dengan tangan kita)’; seperti ini tidaklah disebut tasybih. Karena ingatlah Allah Ta’ala berfirman,

    لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

    “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syuro: 11)[21]

    Jadi ingatlah bahwa menyatakan Allah beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy, di atas langit ketujuh bukan berarti kita menyerupakan Allah dengan makhluk. Namun kita yakini sifat Allah itu jauh berbeda dengan makhluk-Nya, karena itulah perbedaan Allah yang memiliki sifat kemuliaan dan makhluk yang selalu dipenuhi kehinaan. Itulah memang karakter busuk dari Jahmiyah, asal menuduh yang bukan-bukan. Bagi setiap orang yang menetapkan sifat Allah, maka dituduhlah Mujassimah. Jauh-jauh hari, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni telah mengisyaratkan,

    فالمعتزلة والجهمية ونحوهم من نفاة الصفات يجعلون كل من أثبتها مجسما مشبها ومن هؤلاء من يعد من المجسمة والمشبهة من الأئمة المشهورين كمالك والشافعي وأحمد وأصحابهم كما ذكر ذلك أبو حاتم صاحب كتاب الزينة وغيره

    “Mu’tazilah, Jahmiyah dan semacamnya yang menolak sifat Allah, mereka menyebut setiap orang yang menetapkan sifat bagi Allah sebagai mujassimah atau musyabbihah. Bahkan di antara mereka menyebut para Imam besar yang telah masyhur (seperti Imam Malik, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan pengikut setia mereka) sebagai mujassimah atau musyabbihah (yang menyerupakan Allah dengan makhluk). Sebagaimana hal ini disebutkan oleh Abu Hatim, penulis kitab Az Zinah dan ulama lainnya.”[22]

    Itulah tuduhan Jahmiyah. Kami tutup tulisan berikut ini dengan menyampaikan perkataan Abu Nu’aim Al Ash-bahani, penulis kitab Al Hilyah. Beliau rahimahullah, “Metode kami (dalam menetapkan sifat Allah) adalah jalan hidup orang yang mengikuti Al Kitab, As Sunnah dan ijma’ (konsensus para ulama). Di antara i’tiqod (keyakinan) yang dipegang oleh mereka (para ulama) bahwasanya hadits-hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan Allah berada di atas ‘Arsy dan mereka meyakini bahwa Allah beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy-Nya. Mereka menetapkan hal ini tanpa melakukan takyif (menyatakan hakekat sifat tersebut), tanpa tamtsil (memisalkannya dengan makhluk) dan tanpa tasybih (menyerupakannya dengan makhluk). Allah sendiri terpisah dari makhluk dan makhluk pun terpisah dari Allah. Allah tidak mungkin menyatu dan bercampur dengan makhluk-Nya. Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya di langit sana dan bukan menetap di bumi ini bersama makhluk-Nya.”[23]

    Semoga tulisan kali ini bias sebagai renungan bagi orang yang mencari kebenaran. Nantikan serial selanjutnya. Kami akan menyebutkan perkataan ulama Ahlis Sunnah yang menyanggah pemahaman Jahmiyah semacam abusalafy yang menyatakan “Allah itu ada tanpa tempat”. Semoga Allah mudahkan.

    Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

    Diselesaikan di Pangukan, Sleman, 12 Rabi’ul Akhir 1431 H (27/03/2010)

    Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Abu Rumaysho Al Ambony)

    Artikel http://rumaysho.com

    [1] Imam Abu Hanifah hidup pada tahun 80-150 H.

    [2] Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, hal. 116-117, Darus Salafiyah, Kuwait, cetakan pertama, 1406 H. Lihat pula Mukhtashor Al ‘Uluw, Adz Dzahabiy, Tahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 137, Al Maktab Al Islamiy.

    [3] Syaikh Al Albani rahimahullah memberikan pelajaran cukup berharga dalam Mukhtashor Al ‘Uluw, perkataan Adz Dzahabi di sini menandakan bahwa kitab Fiqhul Akbar bukanlah milik Imam Abu Hanifah, dan ini berbeda dengan berbagai anggapan yang telah masyhur di kalangan Hanafiyah. (Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 136)

    [4] QS. Thaha: 5.

    [5] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, Adz Dzahabi, hal. 135-136, Maktab Adhwaus Salaf, Riyadh, cetakan pertama, 1995.

    [6] Imam Malik hidup pada tahun 93-179 H.

    [7] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 138.

    [8] QS. Thaha: 5.

    [9] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 378.

    [10] Imam Asy Syafi’I hidup pada tahun 150-204 H.

    [11] Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, hal. 123-124. Disebutkan pula dalam Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal.165

    [12] Imam Ahmad bin Hambal hidup pada tahun 164-241 H.

    [13] Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 176. Lihat pula Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 189.

    [14] QS. Al Hadiid: 4

    [15] QS. Al Mujadilah: 7

    [16] Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 116

    [17] Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 118

    [18] QS. Thaha: 5.

    [19] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 179. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 194.

    [20] Idem

    [21] Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 67.

    [22] Minhajus Sunnah Nabawiyah fii Naqdi Kalamisy Syi’ah wal Qodariyah, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 2/44, Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, tahun 1406 H.

    [23] Dinukil dari Majmu’ Al Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 5/60, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.

Tinggalkan komentar